Balanced Scorecard
Berbagai alat analisis untuk mengukur kinerja perusahaan telah banyak dirancang oleh para pemikir dunia, dari analisis SWOT, JIT, TQM, Activity Based Costing management, dan sebagainya. Namun, alat-alat analisis tersebut lebih bersifat penggalan, yaitu hanya melihat permasalahan perusahaan dari satu aspek saja dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya (Rudianto, 2006:189).
Kemudian muncul teori analisis kinerja “Balanced Scorecard” yang dirancang oleh Kaplan dan Norton (1996) yang menawarkan alat analisis kinerja perusahaan dengan lebih luas dan integrated. Pada sistem Balanced Scorecard, terdapat empat perspektif yang mewakili seluruh aspek perusahaan, yaitu: (1) Perspektif keuangan (finansial), (2) perspektif konsumen, (3) perspektif Bisnis Internal, dan (3) perspektif Belajar dan Tumbuh. Balanced Scorecard juga didukung oleh tiga prinsip utama, yaitu sebab dan akibat, pertalian, dan penggerak kinerja membuat Balanced Scorecard semakin komplit sebagai suatu sistem penilaian kinerja.Untuk pengertian Balanced Scorecard sendiri, Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kata Balanced dan kata Scorecard. Kata score dapat diartikan sebagai suatu penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan. Dengan pengertian yang lebih bebas, scorecard juga berarti suatu kesadaran bersama untuk mencatatkan hasil pengukuran tersebut sebelum dilakukan evaluasi. Sedangkan tambahan kata “balanced” di depan kata “score” maksudnya adalah bahwa angka-angka atau score tersebut harus mencerminkan keseimbangan antara sekian banyak elemen penting. Dengan begitu, Balanced Scorecard merupakan metode pengukuran kinerja yang melihat bahwa keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh aspek keuangan saja, tetapi juga oleh aspek non keuangan (Kapplan dan Norton, 1996:98).
Pengukuran kinerja dengan mengunakan balanced scorecard didukung oleh tiga prinsip utama, yaitu sebab dan akibat, pertalian, dan penggerak kinerja membuat Balanced Scorecard semakin komplit sebagai suatu sistem penilaian kinerja.
Pada sistem Balanced Scorecard, terdapat empat perspektif yang mewakili seluruh aspek perusahaan, yaitu:
- Perspektif keuangan (finansial)
- Perspektif konsumen,
- Perspektif Bisnis Internal
- Perspektif Belajar dan Tumbuh (Rudiyanto, 2006:198).
Keempat aspek dalam analisis Balanced Scorecard di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
- Perspektif Keuangan
Pada setiap perusahaan yang ada, laporan keuangan merupakan indikator yang dapat menginformasikan kepada pimpinan perusahaan, apakah perusahaan tersebut mengalami perkembangan dalam usahanya atau tidak. Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan, apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan ini tercermin dalam sasaran–sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha dan jumlah pemegang saham.
- Perspektif Pelanggan
Jika ada suatu perusahaan yang sangat pandai sekali dalam membuat suatu produk, namun tidak ada seorang pun yang ingin menggunakan produknya. Tentu saja ada kepincangan di dalamnya. Filosofi manajemen pada saat ini begitu menyadari atas pentingnya costumer focus (target penjualan kepada konsumen) dan costumer satisfaction (kepuasan yang didapat oleh konsumen). Dengan kata lain, jikalau ada pelanggan yang tidak puas, maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan, meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik.
- Perspektif Proses Bisnis Internal
Analisis proses bisnis internal, memungkinkan manajer perusahaan untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Hal paling menarik dari perspektif ini adalah perspektif ini harus didesain dengan hati- hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan, yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar karena dalam perpektif ini memungkinkan unit bisnis untuk:
a. Memberikan proposisi (keseimbangan) nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran.
b. Memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini dapat dikatakan bersumber dari faktor Sumber Daya Manusia (SDM), sistem dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kerja jangka panjang, yang merupakan suatu perspektif yang tidak dimiliki oleh perspektif lain, karena dalam perspektif pelanggan, finansial dan bisnis internal mempunyai kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem dan prosedur yang ada pada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Untuk itulah, mengapa perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar. Dalam perspektif ini, ada beberapa yang dapat dijadikan oleh perusahaan sebagai tolak ukur, antara lain:
a. Employee Capabilities (Kemampuan Pekerja)
Hal yang paling berarti bagi perusahaan adalah bagaimana para pegawai dapat menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Information System Capabilities (Kemampuan Sistem Informasi)
Walau bagaimanapun juga, sebaik-baik keahlian pegawai masih diperlukan sistem informasi yang terbaik. Dengan kemampuan yang memadai maka kebutuhan selurh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu akan dapat dipernuhi dengan sebaik-baiknya.
c. Motivation, Empowerment and alignment (Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan)
Dalam hal ini sangat penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi para pegawai, agar para pegawai mempunyai wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan (Rudiyanto, 2006:200; Kapplan & Norton, 1996:50-52).
Metode penilaian kinerja menggunakan laporan keuangan memang cara termudah dalam menilai kinerja manajemen. Tetapi pengukuran yang hanya mengandalkan pada ukuran-ukuran keuangan tidaklah cukup dan faktanya dapat menjadi disfungsional karena beberapa alasan. Pertama hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan. Kedua, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka panjang, guna memperoleh laba jangka pendek. Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat mendistorsi komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajer senior. Dan terakhir, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi data.
Karena itulah mulai dikembangkan pengukuran-pengukuran kinerja yang tidak hanya mengacu pada ukuran keuangan. Salah satu yang dikembangkan adalah penilaian dengan menggunakan Balanced Scorecard. Disini unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat perspektif, yaitu (Rudiyanto, 2006:202):
1. Keuangan (contoh: margin laba, ROI, arus kas)
2. Pelanggan (contoh: pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)
3. Bisnis internal (contoh: retensi karyawan, pengurangan waktu siklus)
4. Inovasi dan pembelajaran (contoh: persentase penjualan dari produk baru, pendidikan dan pelatihan SDM).
Balanced Scorecard memelihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-cita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat yang membantu fokus perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan organisasi, dan menyediakan umpan balik atas strategi. Pada perkembangannya BSC tidak hanya sekedar sebuah penilaian manajemen kinerja tapi juga alat manajemen strategi.
Pustaka
Kapplan & Norton, Balanced Scorecard. Journal of Marketing Research, Vol.1, 2000.
Rudianto, Akuntansi Manajemen: Informasi untuk Pengambilan Keputusan Manajemen, Jakarta: Grasindo, 2006.