Piutang
Banyak perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa. Konsekuensi logisnya adalah timbul tenggang waktu sejak penyerahan barang atau jasa sampai diterimanya uang. Dalam tenggang waktu tersebut penjual mempunyai tagihan terhadap pembeli.
Selain dari penjualan barang-barang atau jasa, tagihan juga dapat timbul dari kegiatan lain seperti memberi pinjaman pada karyawan, memberi uang muka pada anak perusahaan atau, penjualan aktiva tetap yang sudah tidak digunakan lagi dalam perusahaan dan pengakuan akuntansi karena dasar waktu. Istilah tagihan disini dimaksudkan dengan klaim perusahaan atas uang, barang-barang atau jasa-jasa terhadap pihak lain.Besarnya piutang dagang dalam suatu perusahaan dipengaruhi secara langsung oleh jumlah penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan serta jangka waktu kredit yang diberikan kepada para langganan. Rata-rata waktu penagihan piutang dagang sebagian dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, misalnya dalam situasi resesi dan pasaran sedang lesu, maka sering terjadi bahwa sebagian dari para langganan terpaksa harus menunda pembayaran hutangnya. Sebagian lainnya dapat timbul sebagai akibat resiko usaha yang dapat dikendalikan oleh pihak manajemen yang memberikan kredit tersebut.
Resiko kredit yang timbul adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang diberikan kepada para langganan kita. Oleh karena resiko kredit yang ditimbulkan dalam penjualan kredit yang dilakukan perusahaan, maka perusahaan perlu mengambil langkah-langkah yang penting dalam melaksanakan penjualan kredit.
Warren, Reeve dan Fees (2002:314) mendefinisikan piutang sebagai berikut: "Receivable inludes all money claims against other entities, including peole, business firms, and other organization".
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa piutang adalah klaim atas uang, barang atau jasa kepada pelanggan, lembaga bisnis atau organisasi lainnya.
Menurut Kieso (2001:314), piutang lancar adalah semua piutang yang diidentifikasikan akan dapat tertagih dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau selama satu siklus operasi normal perusahaan, sedangkan piutang tidak lancar adalah semua piutang yang baru dapat ditagih dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.
Menurut Zaki Baridwan (2000:124) piutang diklasifikasikan dalam beberapa judul sebagai berikut :
a. Piutang dagang (usaha)
b. Piutang bukan dagang.
c. Piutang penghasilan.
Kadang piutang bukan dagang dan piutang penghasilan digabung menjadi satu dan dinamakan piutang lain-lain. Piutang yang timbul bukan dari penjualan barang-barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan tidak termasuk dalam kelompok piutang dagang tetapi dikelompokan tersendiri dengan judul piutang bukan dagang (bukan usaha). Piutang bukan dagang akan dilaporkan dalam kelompok aktiva lancar apabila akan dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun atau dalam siklus usaha. Apabila pelunasannya melebihi jangka satu tahun atau melebihi siklus usaha yang normal maka akan dikelompokan dalam aktiva lain-lain. Yang termasuk dalam piutang bukan usaha antara lain:
- Persekot dalam kontrak pembelian.
- Klaim terhadap perusahaan pengangkutan untuk barang-barang rusak atau hilang.
- Klaim terhadap perusahaan asuransi atas kerugian-kerugian yang dipertanggungkan.
- Klaim terhadap pegawai perusahaan.
- Klaim terhadap restitusi pajak.
- Tagihan terhadap langganan untuk pengembalian tempat barang (misalnya botol, drum, dan lain-lain).
- Uang muka pada anak perusahaan.
- Uang muka pada pegawai perusahaan.
- Piutang dividen.
- Piutang pesanan pembelian saham, dan lain-lain.
Lebih jauh, piutang kaitannya dengan pendapatan perusahaan dan penyajian laporan keuangan, dikenal dengan istilah Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turn Over). Perputaran piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah penjualan kredit. Jumlah piutang dagang dan kegiatan taksiran waktu pengumpulannya dapat diketahui dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut yaitu dengan membagi jumlah penjualan kredit dengan piutang rata-rata, atau dengan rumus (Arthur J. Keown, 2004:178):
Receivable Turn Over = Penjualan kredit / Piutang rata-rata = …….kali
Misalnya perputaran piutang 20 kali artinya dalam satu tahun rata-rata dana yang tertanam dalam piutang berputar 20 kali.
Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piutang dagang dapat ditagih menjadi uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang ditanam dalam piutang rendah. Sebaliknya jika tingkat perputaran piutang rendah berarti piutang dagang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat ditagih dalam bentuk uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang besar.
Rasio yang lain adalah rasio rata-rata Waktu Penagiahan Piutang (Average Collection Period). Rasio ini menunjukkan periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang, yang dirumuskan sebagai berikut (Keown, 2004:178):
Average Collection Period = Piutang rata-rata x 360 / Penjualan kredit = ……..hari
Misalnya rata-rata waktu penagihan piutang 18 hari artinya piutang dikumpulkan rata-rata setiap 18 hari sekali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah piutang, menurut Ridwan S. Sandjaja dan Inge Barlian (2003:274) adalah sebagai berikut:
- Volume penjualan kredit
- Syarat pembayaran kredit
- Ketentuan tentang pembatasan kredit
- Kebijakan dalam mengumpulkan piutang
- Kebiasaan membayar dari para pelanggan.
1. Volume Penjualan Kredit
Makin banyak volume penjualan kredit, makin besar jumlah piutang. Hal ini menyebabkan peningkatan resiko piutang, meskipun keuntungan yang diperoleh dengan peningkatan piutang volume penjualan juga bertambah. Bertambahnya piutang akan diikuti oleh penambahan resiko piutang yang tidak dapat ditagih serta peningkatan biaya penagihan.
2. Syarat pembayaran kredit
Umumnya syarat pembayaran dinyatakan dalam suatu termin, misalnya 2/10, n/60 yang berarti diberikan potongan 2% jika dilakukan pembayaran dalam waktu 10 hari, sedangkan batas waktu pembayaran terakhir pada hari ke-60 setelah penyerahan barang. Tetapi, hal itu dapat berbeda-beda pada setiap perusahaan sesuai dengan jenis usahanya. Pada perusahaan persewaan, termin yang ditetapkan lebih panjang daripada perusahaan yang menjual barang secara kredit secara langsung.
3. Ketentuan tentang Pembatasan Kredit
Pembatasan kredit ditentukan menjadi dua, pertama pembatasan kredit secara kuantitatif, yaitu yang menyangkut masalah jumlah kredit yang diperoleh pelanggan. Perusahaan menetapkan batas maksimum dan minimum kredit agar dana yang tertanam dalam piutang dapat dikendalikan dan dapat meningkatkan keuntungan. Kedua, pembatasan secara kualitatif yang menyangkut masalah pelanggan mana saja yang boleh membeli secara kredit, biasanya berdasarkan pada pengalaman masa lalu, serta kebiasaan pelanggan dalam memenuhi kewajibannya.
4. Kebijakan dalam Mengumpulkan Piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif dan pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai pengeluaran uang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang tersebut dibandingkan perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara pasif.
5. Kebiasaan membayar dari pelanggan
Ada sebagian pelanggan yang mempunyai kebiasaan untuk membayar dengan menggunakan kesempatan mendapatkan cash discount dan ada sebagian lain yang tidak menggunakan kesempatan tersebut. Perbedaan cara pembayaran ini tergantung kepada cara penilaian mereka terhadap mana yang lebih menguntungkan antara kedua alternatif tersebut.
Menurut Kieso dan Weygandt (2001:363) piutang diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu :
- Piutang usaha. Piutang semacam ini adalah jenis yang diperkirakan akan tertagih dalam periode yang relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar.
- Wesel tagih. Istilah ini digunakan pada jumlah yang terutang pada pelanggan, dimana pelanggan tersebut telah menerbitkan surat utang formal kepada perusahaan. Wesel tagih biasanya berlaku pada periode 60 – 90 hari ataupun dalam jangka waktu yang lebih lama dan biasanya debitur akan dikenai bunga.
- Piutang lain-lain. Piutang lain-lain biasanya disajikan terpisah dalam neraca hal ini dikarenakan tagihan yang ada tidak ditimbulkan oleh akibat dari kegiatan usaha, misalnya tagihan bunga, pinjaman karyawan, tagihan restitusi pajak.
Pada piutang lain-lain jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan pada aktiva tidak lancar dan dilaporkan dalam judul investasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 (2007 paragraf 42) yaitu: Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut:
- Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam waktu siklus operasi normal perusahaan; atau
- Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau
- Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
- Aktiva yang tidak termasuk kategori tersebut di atas diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.
Masih menurut Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 (2007 paragraf 05) tujuan dari laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukan pertanggungjawaban majamenen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapa tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliputi:
- aktiva
- kewajiban
- ekuitas
- pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
- arus kas.
Informasi tersebut beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi keuangan Nomor 1 (2007 paragraf 07) laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut:
- neraca
- laporan laba-rugi
- laporan perubahan ekuitas
- laporan arus kas
- catatan atas laporan keuangan.
Pustaka:
Warren, Carls S. James M. Reeves, dkk. Accounting, 20th Edition, Cincinnati, Ohio, Thomson Learning, 2002.
Kieso, Donald, E ; Weygandt Jeny J. Akuntansi Intermediate. Terjemahan Hermann Wibowo, Edisi Ketujuh, jilid Satu, Jakarta: Binarupa Aksara, 2001.
Baridwan, Zaki. Intermediete Accounting. Yogyakarta: BPFE, 2004.
Keown, Arthur J. Dasar-dasar Manajamen Keuangan Jakarta: Salemba Empat, 2004.
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 2004.