Filsafat Politik
Filsafat Politik menurut Henry J. Schmandt
Studi politik tidak hanya mencakup pengelolaan masalah publik, struktur dan organisasi pemerintah, dan kampanye pemilu secara periodik yang penuh semangat. Ia mencakup juga aspirasi, tujuan, keyakinan, dan nilai-nilai manusia. Ia berkaitan dengan teori dan praktek, keterampilan filosofis dan teknis. Politik itu dinamis dan luas. Di balik institusi dan proses-proses pemerintahan, terdapat tradisi, teori, dan filsafat yang menyediakan penelitian yang mendalam menyangkut realitas politik.
Wilayah filsafat politik, kita mulai dengan persoalan: ”Apa yang disebut kebaikan umum atau masyarakat yang baik?”. Ini berkaitan dengan sasaran dan tujuan yang harus diikuti oleh masyarakat politis. Ia perlu untuk menjawab persoalan yang berkaitan dengan tujuan negara, justifikasi moral atau kekuasaan politik, dan garis pembatas antara otoritas pemerintah dan kebebasan manusia.
Filsafat politik menganggap bahwa tujuan puncak negara adalah menciptakan lingkungan sosial dan kultural yang disitu setiap individu memiliki sarana material dan pendidikan untuk memaksimalkan potensi-potensi dirinya.
Filsafat politik harus bermula dengan manusia. Karena komunitas politik didesain untuk mencapai tujuan manusia, maka menjadi penting untuk mempelajari apa tujuan-tujuan dari manusia tersebut. Jika kita mengetahui apa itu manusia, kita bisa menentukan peran yang harus dimainkan negara dan tujuan apa yang seharus dicari.
Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah kebahagiaan. Aristoteles mendefinisikan kebahagiaan sebagai suatu aktifitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang sempurna. Kebahagiaan yang sejati hanya bisa dicapai dengan mengupayakan kehidupan moral kebaikan intelektual.
Aristoteles menekankan bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh pada watak manusia merupakan hal pokok bagi teori politik. Sebab, jika fungsi utama negara adalah untuk membantu individu mencapai tujuan ini, maka penting bagi negarawan untuk menyadari tujuan ini.
Negara, menurut Aristoteles, bermula ”dalam kebutuhan hidup yang nyata” dan berlanjut ”dalam keberadaan untuk memperoleh kehidupan yang baik...dam bukan untuk kehidupan semata”, sebab ”jika kehidupan menjadi tujuan, budak dan binatang-binatang yang kejam bisa membentuk negara”.
Filsafat Politik menurut Yamani
Setiap pemaparan tentang filsafat politik Islam harus bermula pada pembagian klasik filsafat Islam, yaitu filsafat teoritis (al-hikmah al-nazhariyyah) dan filsafat praktis (al-hikmah al-amaliyah). Yang pertama terkait dengan sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan yang kedua terkait dengan segala sesuatu sebagaimana seharusnya.
Filsafat praktis mesti didasarkan atas filsafat teoritis. Dengan kata lain, di mana filsafat teoritis berakhir, disitulah filsafat praktis bermula. Maka, tidak heran jika setiap pembahasan filsafat praktis itu selalu bermula dari pembahasan Tuhan, tentang alam semesta, dan tentang posisi manusia di hadapan Tuhan.
Filsafat Politik menurut Vaezi
Filsafat politik merujuk pada sebuah rangkaian konsekuensi-konsekuensi politik yang disimpulkan dari isu-isu moral metafisika yang fundamental.
Secara definitif, filsafat politik harus tetap independen; terbebas dari sistem religius tertentu atau berbagai macam kepercayaan. Hal ini dikarenakan ia berlandaskan pada pilar-pilar metafisika dan rasio.
Bagaimanapun, para filosof politik Islam telah membentuk landasan-landasan rasio yang kokoh bagi banyak doktrin-doktrin Islam sebelum mengaplikasikannya sebagai premis-premis filsafat agama dalam filsafat politik mereka.
Ideologi merujuk pada sebuah kumpulan ide-ide dan instruksi-instruksi yang dapat mengarahkan aksi-aksi politik. Setiap ideologi politik meliputi tujuan-tujuan akhir dan menawarkan sebuah bentuk tertentu dari rezim politik dan menekankan pada norma-norma, nilai dan hak-hak.
Secara ringkas, ideologi politik adalah sebuah rangkaian ide-ide yang dianggap sebagai solusi yang menentukan menyangkut aspek politik kehidupan manusia. Setiap ideologi politik pada akhirnya bersandar pada filsafat politik, karena ia harus menyatakan posisinya sesuai dengan isu-isu filsafat politik yang fundamental, seperti sifat manusia, konsep keadilan, kebebasan dan batasan-batasannya, kemerdekaan dan persamaa, dan seterusnya.*