Definisi dan Fungsi Pajak
Definisi Pajak
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Andriani mengemukakan definisi tentang pajak seperti yang dikutip oleh Brotodihardjo yakni sebagai brikut :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum terkait dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.[1]
Dari definisi di atas maka definisi pajak terdiri dari unsur-unsur pokok, yaitu :
1. Iuran atau pungutan
Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) dan yang berhak memungut pajak hanyalah negara/pemerinah kepada rakyatnya.
2. Berdasarkan undang-undang
Dalam pengenaan pajak harus berdasarkan kepada undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Undang-undang yang baik harus bersifat sederhana dan jelas, sehingga rakyat tidak salah menafsirkan.
3. Pajak dapat dipaksakan
Yang dimaksud dipaksakan apabila rakyat selaku wajib pajak tidak membayar kewajibannya, maka fiskus mendapat wewenang dari undang-undang untuk memaksa WP tersebut dalam bentuk sanksi-sanksi baik denda maupun sanksi kurungan serta tindakan penyitaan harta gerak maupun harta tetap WP yang lalai. Walaupun dalam pelaksanaannya pajak dapat dipaksakan, namun tidak bisa dilakukan secara semena-mena karena bisa menimbulkan konflik.
4. Tidak memberikan kontra prestasi langsung
Dalam hal ini WP apaila membayar pajaknya tidak mendapat imbalan secara langsung karena pajak tersebut akan digunakan untuk pembangunan yang bermanfaat baik bagi yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak pada saat itu.
5. Pajak digunakan untuk membiayai kepentingan umum pemerintah.
Maksudnya adalah pajak tersebut digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas.[2]
Menurut golongannya, pajak dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu: pajak langsung dan pajak tak langsung. Pajak langsung merupakan pajak yang dibayar langsung oleh wajib pajak sendiri. Atau dengan kata lain, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya: Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan pajak tak langsung ialah pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Misalnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).[3]
Sedangkan menurut sifatnya, pajak dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak dalam menentukan pajak yang harus ditanggung. Misalnya: Pajak Penghasilan (PPh).
Pada Pajak Penghasilan, besar pajak yang harus dibayar tergantung dari besarnya pendapatan yang diperoleh. Sedangkan pada Pajak Objektif yang diperhatikan adalah objeknya, baik itu berupa benda, keadaan, perbuatan dan peristiwa yang mengakibatkan timbulnya pajak. Misalnya: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).[4]
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan sangat penting dalam pelaksanaan fungsi negara/ pemerintah, baik dalam fungsi alokasi, distribusi, stabilitasi dan regulasi maupun kombinasi antara keempatnya.
Pada hakikatnya, fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Namun, pembedaan ini tidaklah dikotomis. Dalam banyak hal kedua fungsi pajak ini digunakan secara bersamaan.[5]
1. Fungsi Budgetair
Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara (to raise government’s revenue). Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan (revenue function). Oleh karena itu, pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi asas revenue productivity (produktivitas penerimaan).
2. Fungsi Regulerend
Pada kenyataannya, pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pajak, seperti custom duties/tariff (bea masuk), digunakan untuk mendorong atau melindungi (memproteksi) produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak dapat juga digunakan justru untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan. Misalnya di saat terjadi kelangkaan minyak goreng di dalam negeri, pemerintah mengenakan pajak ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa sawit.
Dalam contoh tersebut, pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur (regulating/regulerend) guna tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah.[6]
---
[1] R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung : Eresco, 2003), hal 2
[2] Mardiasmo, Perpajakan, (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hal. 1.
[3] Sukrisno Agoes dan Estralita Trisnawati, Akuntansi Pajak, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal.4.
[4] Ibid.
[5] Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: RajaGrafindo, 2005), hal.39.
[6] Ibid., hal.40-41.