Deal dan Kennedy menulis buku penting pertama mengenai budaya perusahaan, Corporate Cultures, Rites and Rituals of Corporate Life, pada tahun 1982. Buku mereka selanjutnya, The New Corporate Cultures tahun 1999, meninjau ulang budaya-budaya yang telah dibahas pada buku sebelumnya dengan menyesuaikan pada perubahan di dunia bisnis. Mereka berusaha menunjukkan bagaimana organisasi dengan sebuah budaya yang kuat mampu bertahan dan berhasil, meskipun di tengah terpaan arus globalisasi, teknologi informasi, merger, dan perampingan organisasi; serta bagaimana memahami budaya perusahaan yang disertai dengan kepemimpinan yang kuat, dapat membuktikan sebuah model yang efektif dari bisnis.
Deal dan Kennedy menulis buku penting pertama mengenai budaya perusahaan, Corporate Cultures, Rites and Rituals of Corporate Life, pada tahun 1982. Buku mereka selanjutnya, The New Corporate Cultures tahun 1999, meninjau ulang budaya-budaya yang telah dibahas pada buku sebelumnya dengan menyesuaikan pada perubahan di dunia bisnis. Mereka berusaha menunjukkan bagaimana organisasi dengan sebuah budaya yang kuat mampu bertahan dan berhasil, meskipun di tengah terpaan arus globalisasi, teknologi informasi, merger, dan perampingan organisasi; serta bagaimana memahami budaya perusahaan yang disertai dengan kepemimpinan yang kuat, dapat membuktikan sebuah model yang efektif dari bisnis.
PENGANTAR
Penulis—Deal dan Kennedy—berpendapat bahwa budaya perusahaan adalah sebuah faktor yang dapat menyatukan orang-orang di dalamnya untuk bekerjasama dalam mencapai satu tujuan utama. Bagaimanapun, banyak faktor yang menghalangi pertumbuhan dan tetapnya suatu kultur yang efektif, di antaranya adanya tuntutan akan hasil jangka pendek dari budaya itu, efek perampingan organisasi dan merger, serta efek perkembangan di dunia informasi komputer. Organisasi bermaksud untuk meningkatkan ketertinggalannya dan harus membangun budaya mereka dari budaya bawah-atas (bottom-up) melalui kepemimpinan yang kuat dan kinerja yang tinggi.
KONTRIBUSI
1. Budaya Memelihara Kesuksesan Finansial
Penulis menunjukkan nilai perusahaan dengan menganalisis kinerja keuangan. Perusahaan-perusahaan yang mereka identifikasi sebagai pemilik kinerja teratas pada tahun 1982 dapat meningkatkan pertumbuhan stok market sebesar 50%.
2. Efek Kebutuhan Jangka Pendek
Mereka juga menjelaskan bagaimana pertumbuhan nilai dari pemegang saham memainkan peranan penting dalam menciptakan budaya perusahaan. Perhatian pada hasil jangka pendek, berhubungan langsung dengan kepentingan bagi institusi kepemilikan. Hal itu berarti bahwa hasil jangka panjang sering tidak menarik bagi banyak organisasi.
Orientasi hasil jangka pendek (short-termism), memiliki efek yang kuat terhadap loyalits pekerja dan produktivitas, yang terus berputar pada orientasi jangka pendek. Memotong biaya untuk hasil jangka pendek membawa pada gelombang perampingan organisasi dan perombakan total. Hal ini, pada gilirannya, berakibat pada konsep kelangsungan hidup para pekerja dan menghancurkan kepercayaan dalam organisasi.
3. Outsourcing, Perampingan, Merget dan Teknologi Informasi
Perampingan, menurut penulis, menghancurkan budaya perusahaan dan menghilangkan kepercayaan antara pemimpin dan pekerja. Outsourcing, tegas mereka, memiliki efek yang sama yang dapat menghancurkan budaya perusahaan, dimana perusahaan fokus pada aktivitas utama mereka dan mengambil dari luar semuanya, para pekerja mungkin diambil juga dari organisasi lain, maka akan kehilangan manfaat dari pekerja asli.
Merger pun sama berefek pada budaya perusahaan. Merger menciptakan rasa ketidakpastian bagi para pekerja, karena selalu ada pemenang dan yang kalah.
Teknologi informasi pun begitu, meskipun komputer dapat memberikan efek bagus bagi yang menggunakannya, tetapi pada saat yang sama juga dapat menjadi isolasi antara para pekerja dengan lainnya dan menciptakan link informal yang tidak penting bagi budaya perusahaan.
4. Efek Globalisasi
Globalisasi, menurut Deal dan Kennedy, telah menumbuhkan trend outsourcing dan perampingan (downsizing) yang memungkinkan perusahaan mengambil dari luar sumber dayanya. Manajemen juga dipengaruhi oleh efek globalisasi sebagai manajer multinasional yang harus berjuang untuk beroperasi di budaya-budaya yang berbeda.
5. Kebutuhan akan Kepemimpinan Budaya
Penulis percaya bahwa kepemimpinan budaya merupakan kunci untuk memecahkan masalah-masalah di atas. Manajer harus meneliti apa yang sebenarnya dipercaya oleh pekerja terhadap perusahaan dan menerjemahkannya dengan aplikasi yang cocok. Mencari sebab utama dari masalah perusahaan dan terus mengembalikan kepercayaan untuk kembali mempertajam visi perusahaan.
6. Memberikan Tantangan
Hal ini penting, seperti disarankan oleh penulis, untuk mengukur perkembangan revitalisasi budaya dalam masalah keuangan. Merayakan kemenangan dapat membawa orang untuk bersama. Bagaimanapun, standar kinerja bukan menjadi ukuran dari target finansial. Memberikan tantangan dapat membantu dalam menguatkan budaya.
Perusahaan harus membangun kembali kepercayaan dengan memperhatikan kepentingan. pekerja pada bisnis. Transparansi adalah bagian penting dalam proses tersebut. Untuk memastikan standar kinerja yang tinggi, penulis menganjurkan untuk mempekerjakan dan memberi imbalan orang yang tepat. Mereka menegaskan bahwa struktur organisasi mesti benar dijalankan untuk memperoleh yang lebih dari mereka. Struktur divisi yang kaku dapat mempersempit perasaan pekerja, maka mengubah struktur organisasi dapat membawa keseimbangan bagi kinerja pegawai.
7. Membangun Tim Kerja
Penulis menganjurkan pengantar terhadap budaya revitalisasi tim dengan akses pada manajemen senior. Tim harus mencoba untuk mengidentifikasi subkultur, grup informal yang bekerja bersama dan dapat menjadi tim yang kuat. Mengadakan pertemuan formal dan informal juga membantu dalam membangun kembali hubungan ke dalam dalam tubuh perusahaan.
Membangun kembali konteks sosial dalam bekerja membantu pekerja pada sikap rasa memiliki. Penulis menjelaskan bagaimana keamanan dalam pekerjaan, kepuasan kerja, dan penciptaan lingkungan yang saling menghargai menciptakan budaya yang lebih atraktif.
KONTEKS
Ketika Deal dan Kennedy mengenalkan istilah "Budaya Perusahaan" pada tahun 1982, hal itu mendapat reaksi yang beraneka ragam. Para pendukung percaya hal itu dapat memberikan pandangan yang bernilai pada proses kerja dalam organisasi. Para pengkritik mengatakan hal itu adalah mustahil dilakukan menerapkan prinsip anthropologi pada manajemen.
Istilah itu kini merupakan suatu yang dapat diterima dalam bahasa bisnis dan elemen kunci dalam strategi perusahaan. Edger Schain, menulis dalam Organizing, Culture and Leadership, percaya bahwa faktor penting yang harus dilakukan pemimpin adalah mengelola budaya perusahaan.
Pada tahun 1995, Majalan Fortune mempublikasikan sebuah survey mengenai reputasi budaya dan memberikan sebuah komentar bahwa budaya yang sehat dalam organisasi merupakan faktor yang dapat membawa perusahaan menjadi bagian dari kelas atas.**[harjasaputra.com]