Tarif Tol Desari Brigif-Sawangan Mahalnya Kebangetan
Ketika saya mau ke kantor, masuk pintu tol Sawangan yang kini sudah berbayar, tiba-tiba dahi saya panas. Kalau ada petugas yang bawa thermo-gun, mungkin suhu badan saya kalau diukur bisa di atas 37 derajat. Karena kaget banget.
Kenapa kaget? Itu lho, lihat tarif tol. Baru saja masuk pintu tol sudah dipotong 11 ribu. Dugaan saya sudah, tidak ada lagi bayar ketika keluar pintu tol di Antasari. Eh ternyata pas keluar dipotong lagi 7.500. Jadi total 18.500. Gila, mahalnya banget, banget, dan banget. Panjang tol hanya 10 kilometeran tapi tarifnya bikin autocekak.
Tarif tol segitu tidak masuk akal. Di mana tidak masuk akalnya? Saya kasih tahu nih ya biar tidak disangka apa kali.
Kalau kita masuk pintu tol Antasari dan keluar pintu tol Krukut atau Brigif hanya dipotong 7.500. Padahal jarak antara pintu tol Krukut dengan pintu tol Sawangan hanya beda tiga kilometer. Berarti tarif yang sebenarnya adalah 11 ribu untuk tol berjarak tiga kilometer. Warbiasah mahalnya..!
Tol dalam kota saja yang panjangnya puluhan kilo tidak semahal itu. Atau tol Jagorawi, misalnya, yang panjangnya juga puluhan kilo jika dihitung biaya per kilometer jauh di bawah tarif tol Desari yang super mahal.
Sejak tol Desari yang kini sudah tembus pintu Sawangan dekat perumahan BDN, dan wilayah pemukiman saya persis di samping tol, ada perasaan bangga dan merasa tertolong dengan adanya tol ini. Waktu tempuh ke kantor yang jika tidak menempuh jalan tol sekitar satu jam setengah lebih dapat dipangkas setengahnya. Sampai kantor 45 menit. Berarti kan ada hemat waktu.
Namun, karena tarif tol yang sangat mencekik dan merusak perekonomian keluarga saya, kini saya harus menghindari untuk keluar atau masuk tol Sawangan. Dengan sendirinya, tujuan dibangun jalan tol agar mempermudah jalur transportasi dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi konektivitas jalur ekonomi tidak tercapai sama sekali.
Warga yang ada di sekitaran jalan tol, khususnya masyarakat di wilayah Sawangan, Meruyung, Rangkapan Jaya Baru, Limo, dan masyarakat lain, harus berpikir seribu kali untuk masuk atau keluar pintu tol Sawangan ini.
Lebih baik keluar pintu tol Krukut atau Brigif, hanya dikenakan tarif 7.500, daripada masuk-keluar pintu tol Sawangan, yang mengharuskan pengguna merogoh kocek yang lebih banyak yaitu 18.500. Jaraknya pun hanya terpaut 3-5 kilometer saja dari Krukut atau Brigif. Waktu tempuh ke tempat tujuan pun hanya terpaut sepuluh menit. Sepuluh menit bisa irit 11 ribu kan lumayan.
Bagi saya misalnya, jika dikalkulasikan penghitungan untuk tol lewat tol Desari-Sawangan, jika sehari harus mengeluarkan biaya untuk tol 37.000, berarti dalam sebulan harus keluar kocek sekitar 814 ribu. Hanya untuk tol. Belum lagi untuk bensin. Ya habislah gaji kita. Inilah kadang-kadang.
Mungkin yang punya tol pasti bilangnya begini, "Mau ya silakan lewat tol bayar 18.500, kalau tidak mau ya jangan ke situ".
Tidak begitu cara mikirnya Ferguso...! Perekonomian dan konektivitas masyarakat akan lebih efektif dan efisien jika rasio biaya yang harus dikeluarkan tidak terlalu besar. Kalau terlalu mahal begini, siapa juga yang mau lewat ke situ.
Orang yang memaksakan diri keluar pintu tol Sawangan dengan tarif sangat mahal, sementara dapat keluar dari pintu Krukut dengan tarif tiga kali lebih murah dan jarak terpaut hanya 3 kilometer, kemungkinannya tiga: memang orang yang maksakan diri itu bodoh banget, kaya banget, atau memang orang yang tidak tahu.*