Terdapat beberapa perbaikan kebijakan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1437 H / 2016 M dari hasil kesepakatan pembahasan antara Kementerian Agama RI selaku pihak yang bertanggung jawab sebagai penyelenggara haji dengan DPR-RI.
Hal tersebut sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pasal 21 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR RI”.
Beberapa perubahan kebijakan tersebut ada yang bersifat fundamental (dalam arti tidak pernah terjadi sebelumnya) maupun perubahan yang bersifat peningkatan pelayanan terhadap jemaah haji, baik selama di tanah air maupun selama di Arab Saudi. Berikut ini adalah perubahan kebijakan tersebut:
1. Perubahan Mata Uang yang Digunakan dalam BPIH
Setiap tahunnya, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) selalu ditetapkan dalam mata uang Dollar Amerika (USD). Hal tersebut dapat ditelusuri dari Perpres penetapan BPIH yang selalu mencantumkan mata uang USD di dalamnya. Hal ini seringkali merugikan jemaah, dikarenakan nilai rupiah terhadap dollar selalu mengalami fluktuasi, sehingga nilai BPIH pada saat penetapan dengan di saat jemaah melunasi selalu tidak sama.
Baru pada tahun 2016 diubah kebijakannya, BPIH ditetapkan dalam mata uang Rupiah. Hal tersebut merupakan upaya dari Komisi VIII DPR RI yang dalam rapat pembahasan BPIH mendesak agar seluruh transaksi dalam negeri hanya menggunakan rupiah, sesuai dengan amanat Pasal 21 ayat 1 Undang-undang No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Sementara itu, untuk transaksi selama di Arab Saudi tetap menggunakan mata uang SAR (Saudi Arabia Riyal). Perubahan kebijakan ini menguntungkan bagi jemaah, karena terdapat kepastian nilai yang harus dilunasi. Tidak lagi dipengaruhi oleh naik-turunnya kurs USD terhadap rupiah.
Untuk tahun 2016, BPIH yang harus dibayar jemaah adalah sebesar rata-rata Rp34.641.304. Nilai ini jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar USD 2.717. Pada tahun sebelumnya nilai USD 2.717 pada saat pelunasan menjadi rata-rata sebesar 37 juta atau bahkan lebih.
2. Menggunakan Sistem Lindung Nilai (Hedging)
Sistem lindung nilai atau hedging baru diterapkan pada tahun 2016, yang sebelumnya Kementerian Agama RI belum pernah menerapkan hal tersebut. Hedging digunakan untuk melindung nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama terhadap SAR.
Dengan adanya sistem hedging maka fluktuasi mata uang sudah diantisipasi sedini mungkin. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi.
3. Mengubah Ketetapan Presiden dari Perpres Menjadi Keppres
Penetapan Presiden diubah yang sebelumnya ditetapkan dengan Perpres maka pada tahun ini diubah cukup dengan Keppress. Hal tersebut karena dari hasil laporan konsultasi pihak Kementerian Agama RI dengan pihak Sekretariat Negara maupun dengan pihak Kemenkumham RI bahwa penetapan BPIH bisa cukup dengan Keppres, tidak mesti dengan Perpres.
Mengacu pada bunyi Pasal 21 Ayat (1), “Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR RI”.
Dalam Pasal tersebut bukan berbunyi “diatur” melainkan “ditetapkan” sehingga dapat melalui mekanisme Keppres. Mekanisme Keppres prosesnya lebih cepat dari Perpres. Perpres memerlukan sinkronisasi yang lebih lama hingga memakan waktu sampai 2 bulan. Sementara Keppres cukup dengan waktu 2 minggu sudah selesai dan keluar Keppresnya.
4. Menganggarkan Kembali Upgrade Naqobah
Upgrade naqobah (transportasi darat antar-kota di Arab Saudi) pada tahun 2015 dihapus, namun kemudian terdapat banyak masalah yaitu banyaknya mobil mogok. Meskipun demikian, hal tersebut masih bisa diatasi dengan realokasi dari hasil efisiensi biaya pemondokan di Mekkah dan di Madinah.
Agar permasalahan transportasi lebih baik, maka pada tahun ini Upgrade Naqobah kembali dianggarkan sesuai dengan usulan Kementerian Agama RI.
5. Meningkatkan Jumlah Manasik Haji
Pada tahun 2015 manasik haji diturunkan menjadi 6 kali dan awalnya 10 kali, namun berdasarkan aspirasi dari masyarakat, maka pada tahun ini manasik haji kembali ditingkatkan. Untuk Provinsi di luar DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, manasik haji ditingkatkan menjadi 10 kali. Dan di provinsi-provinsi yang telah disebutkan menjadi 8 kali.
6. Meningkatkan Jumlah Makan di Mekkah
Baru pada tahun 2015 Jemaah Haji mendapatkan fasilitas makan selama di Mekkah sebanyak 1 kali setiap harinya, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya jemaah tidak mendapatkan fasilitas makan selama di Mekkah.
Pada tahun 2016 makan di Mekkah ditingkatkan menjadi 2 kali atau sebanyak 24 kali selama di Mekkah. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap jemaah haji.
7. Mekanisme Visa yang Bisa Dicetak di Provinsi
Pemvisaan adalah permasalahan yang selalu muncul setiap tahunnya. Pada tahun 2016, mekanismenya diubah dan terdapat perbaikan. Visa dapat diakses online dan Kanwil Kemenag Provinsi dapat memprint langsung visa tersebut sehingga memudahkan dan menjadi lebih cepat.
Tak hanya itu, visa dikeluarkan berdasarkan urutan kloter, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini untuk mengatasi permasalahan pemvisaan yang seringkali visa keluar bukan berdasarkan urutan kloter.
8. Meningkatkan Cakupan Bis Shalawat
Bis shalawat adalah bis yang melayani jemaah dari pemondokan ke Masjid al-Haram di Mekkah. Jika pada tahun sebelumnya rasio jumlah jemaah yang dilayani adalah 80 persen maka pada tahun ini rasio jemaah yang dilayani dari seluruh pemondokan adalah sebesar 91 persen. Artinya, hampir semua pemondokan tersedia fasilitas bis shalawat.
9. Meningkatkan Jumlah Anggota TNI/Polri Untuk Meningkatkan Perlindungan
Berkaca pada kasus tahun 2015 di mana terjadi tragedi di Mina, peran TNI/Polri dalam melakukan evakuasi terhadap jemaah Indonesia dirasakan sangat signifikan. Maka, untuk meningkatkan perlindungan terhadap jemaah, pada tahun 2016 jumlah TNI/Polri ditambah.
Selain dari beberapa poin di atas, masih banyak upaya perbaikan lain untuk meningkatkan pelayanan terhadap jemaah haji, termasuk peningkatan fasilitas selama di Armina.
Di bawah ini adalah Tabel yang menyajikan perbandingan kebijakan haji tahun 2015 dengan tahun 2016:
PERBANDINGAN | 2015 | 2016 |
Mata Uang Transaksi BPIH | USD, SAR, Rupiah | Rupiah dan SAR |
Sistem Lindung Nilai (Hedging) | Tidak Ada | Menggunakan Sistem Lindung Nilai |
BPIH yang Dibayar Jemaah | USD 2.717 | Rp34.641.304 (setara USD 2.585) |
Kurs SAR | Rp.3.337 | Rp.3.570 |
Harga rata-rata komponen penerbangan | USD 2.146 | Rp. 25.434.354 (setara USD 1.898) |
Harga rata-rata pemondokan Mekkah | SAR 4500 | SAR 4366 |
Living Allowance | SAR 1500 | SAR 1500 |
Rata-rata sewa pemondokan Madinah | SAR859 | SAR 850 |
Total Indirect Cost | Rp3.735.970.884.175 | Rp3.941.988.381.348 |
Safeguarding | Rp.100.000.000.000 | Rp.40.000.000.000 |
Mekanisme Lapor dan Membahas Bersama dengan Komisi VIII DPR RI Jika Ada Deviasi Biaya | Tidak Ada | Ada (jika ada deviasi 2.5% dari biaya indirect cost) |
Makan Jemaah di Mekkah | 15 kali | 24 kali |
Pelayanan bis shalawat | 80 persen | 91 persen |
Manasik Haji | 6 kali | 8-10 kali (2 kali untuk tingkat kota/kabupaten dan 8 kali untuk tingkat KUA, dan untuk Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebanyak 6 kali) |
Upgrade Naqobah (bus antar-kota: Jeddah, Mekkah, Madinah) | Tidak ada | Ada |
Keputusan Presiden | Perpres | Keppres |
Sumber: Data diolah dari berbagai sumber (bahan dan kesimpulan rapat di Komisi VIII DPR RI).**(harjasaputra)