Tribunnews.com (01/11/2011) menurunkan beritanya mengenai proses persidangan antara konsumen (pengadu) layanan Blackberry Telkomsel dengan teradu PT Telkomsel Wisma Mulia Jakarta cq Telkomsel Grapari Solo yang diwakili oleh lima orang pejabatnya (link berita di sini). Inti dari berita itu adalah bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) akhirnya mengabulkan aduan M Taufik, seorang konsumen pengguna Kartu Hallo Telkomsel terkait layanan BlackBerry unlimited Rp 99 ribu operator tersebut. Dalam sidang putusan, BPSK meminta Telkomsel menarik dan merevisi seluruh iklannya terkait layanan BlackBerry unlimited di seluruh Indonesia.
Sengketa ini muncul karena pengadu M Taufik merasa tertipu oleh iklan yang dibuat oleh pihak Telkomsel. Pada iklan tersebut disebutkan layanan blackberry unlimited full service senilai Rp 99 ribu. Setelah dirinya menggunakan layanan tersebut, pada bulan Juli 2011 tagihan malah mencapai Rp 1 juta lebih. Sebelumnya sebelum berlangganan paket sejak Juli 2010, ia hanya mendapatkan tagihan sebesar Rp 400-an ribu perbulan. Berdasarkan lembar tagihan yang ia terima, membengkaknya tagihan itu karena adanya tambahan biaya Rp 539.950 untuk layanan 3G, HSDPA, GPRS, MMS, wifi dan konten premium.
Putusan ini melengkapi berbagai masalah mengenai kasus pencurian pulsa yang marak akhir-akhir ini. Meskipun dalam kasus SMS-SMS Premium sudah dituntaskan dengan keluarnya Surat Edaran (SE) dari BRTI yang meminta kepada semua operator untuk menghapus (resetting) semua konten SMS Premium langsung dari pusat. Namun, di luar itu masih banyak modus pencurian pulsa.
Secara garis besar pencurian pulsa terbagi ke dalam 3 (tiga) jenis: Pertama, jenis voice. Di antara kasus yang banyak terjadi adalah konsumen menelepon ke nomor rumah atau HP yang walaupun tidak nyambung dan muncul suara veronica (suara operator atau suara perintah meninggalkan pesan meskipun tak meninggalkan pesan) konsumen dikenakan biaya. Bayangkan, telpon tidak nyambung tapi kena pulsa. Ini model pencurian dalam bentuk voice. Contoh lainnya adalah bonus telepon jika sudah mencapai kredit sekian. Misalnya konsumen dapat bonus telepon 1 jam. Tak tahunya harus habis dalam waktu sekali telepon, jika telponnya 57 menit, kena pulsa normal tidak masuk gratis. Banyak lagi contoh lainnya dalam model voice ini apalagi ketika dikaitkan dengan terbatasnya infrastruktur yang menyebabkan terputus-putusnya sinyal. Ini biasanya dijadikan alasan oleh para operator.
Kedua, pencurian pulsa jenis pesan singkat atau SMS. Untuk model ini semua orang sudah faham, dan ini yang menjadi geger beberapa waktu lalu. Tetapi sejak 18 Oktober 2011 sudah dihapus dari pusat. Modusnya macam-macam, banyak sekali modelnya, dari mulai sulitnya unreg, sudah sulit, unreg saja bayar. RBT yang tidak merasa berlangganan tetapi otomatis aktif, pop screen, dan lainnya.
Ketiga, pencurian pulsa jenis data. Kasus yang diputuskan oleh BPSK antara M. Taufik dan Telkomsel di atas masuk dalam kategori ini. Judulnya unlimited tetapi itu menipu sesungguhnya, tidak unlimited. Di bawah iklannya tertulis sangat kecil dengan bintang (*syarat dan ketentuan berlaku).
Konsumen harus berani melawan jika menemukan lagi modus-modus pencurian pulsa. Peter Drucker bahkan mengatakan, apapun konsep pemasarannya, prinsip “konsumen adalah raja” masih relevan sampai saat ini. Apalagi saat ini, seperti yang penulis tulis pada posting sebelumnya, pelapor malah dianaya adalah satu tindakan keji. Konsumen bukannya akan bungkam tetapi akan bangkit melawan.**[harja saputra]