Desa Rato, Kec. Parado, Kab. Bima, kediaman orang tua Hamdan Zoelva. Di desa inilah Hamdan dilahirkan. Desa yang sangat jauh dari peradaban modern. Dari kota ke desa ini berjarak 50 km, dengan medan jalan berkelok-kelok menyisiri bukit-bukit terjal dan lembah curam. Tidak ada hingar-bingar kendaraan, digantikan kicau burung dan angin yang bertiup segar. Sesekali lewat motor dan mobil angkutan umum yang sudah termakan usia.
Rumah orang tua Hamdan Zoelva, KH Muhammad Hasan atau yang biasa dipanggil Aba Tua, jauh dari kesan mewah. Rumah panggung tinggi terbuat dari kayu dengan kolong ditutupi bambu yang disusun rapi, sama seperti rumah penduduk lainnya. Rumah bersebelahan dengan masjid yang terlihat belum rampung direnovasi. Di depan pelataran masjid terdapat plang bertuliskan “Masjid Al-Mukhlisin Salama Parado”.
Tepat di samping rumah berdiri berugak (gazebo untuk duduk santai, ciri khas rumah-rumah di NTB. Digunakan untuk berkumpul, mengobrol dan menerima tamu). Di depan berugak terparkir mobil bak tertutup bertuliskan “Pondok Pesantren Al-Mukhlisin”, pondok yang didirikan dan dikelola oleh orang tua dan keluarga Hamdan.
Penduduk desa, para tetangga dan anak-anak terlihat berkumpul di rumah itu, Minggu (3/11), dengan ramah menyapa dan mempersilahkan masuk. Di berugak duduk Prof Thib Raya, guru besar UIN Jakarta dan kakak Hamdan Zoelva, sedang mengobrol dengan keluarga dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka sama-sama sedang menunggu kedatangan Hamdan.
Setelah berbincang-bincang, tak lama berselang mobil Inova hitam masuk ke pelataran rumah. Semua berdiri dengan antusias menanti siapa yang datang. Ternyata yang turun dari mobil adalah sosok yang dinanti-nanti, putra kebanggaan NTB khususnya desa Rato, Parado yang kini terpilih sebagai Ketua MK bersama istri.
Dengan wajah yang masih terlihat letih Hamdan Zoelva turun dari mobil dan langsung diserbu oleh para saudara dan tetangga. Disambut dengan isak-tangis haru bercampur bahagia dan pelukan dari keluarga, Hamdan menyalami satu per satu yang hadir. Ekspresi datar dan sifatnya yang pendiam, membuatnya tidak banyak bicara kepada semua yang hadir. Hanya sesekali menjawab “Iyo ta” (bahasa Bima yang bermakna iya atau mengiyakan).
Sang ayah, sejak kedatangan Hamdan berdiri tersenyum ikut menyambut kedatangan anak kebanggaannya. Namun ia mempersilahkan yang lain dulu untuk disalami oleh Hamdan. Setelah semua disalami, sang ayah menghampiri dan sontak disambung dengan ciuman tangan yang sangat lama dari Hamdan Zoelva. Hampir lima menit Hamdan Zoelva tidak mengubah posisi tangan, wajah dan badannya yang tetap membungkuk sambil mencium ayah tercinta. Dengan raut wajah haru sang ayah memegang pundak anak kelima dari sembilan bersaudara yang kini mendapat amanah baru sebagai ketua MK. Mulutnya komat-kamit membacakan doa untuk Hamdan.
Harapan terhadap Hamdan Zoelva
Kedatangan Hamdan Zoelva ke tanah kelahirannya adalah sebagai rasa syukur dan memohon doa dari orang tua. Tidak lebih dari itu. Informasi ini pun tidak ia sampaikan ke siapa pun, hanya kepada keluarga terdekatnya.
“Kepulangan saya adalah untuk meminta doa kepada orang tua agar mampu mengemban amanah yang dibebankan ke pundak saya saat ini. Nanti malam juga akan ada syukuran dengan warga setempat. Tidak ada pihak luar yang saya kasih tahu atau saya undang, karena ini adalah acara keluarga. Anda beruntung, satu-satunya orang yang dapat meliput ini”, ujar Hamdan.
Ayahanda Hamdan, KH. Muhammad Hasan, berharap agar anaknya dapat mengemban amanah yang diberikan padanya.
“Saya selalu berdoa dan menaruh harapan besar pada anak saya, agar diberikan rahmat dan hidayah serta dapat menegakkan keadilan seadil-adilnya,” ucapnya singkat.
Prof. Thib Raya, anak nomor dua sebagai kakak Hamdan Zoelva memberikan harapan besar kepada adiknya dengan memberikan nasihat:
“Saya berharap pada Hamdan yang saat ini dipercaya sebagai ketua MK, pertama, jabatan itu bisa menjadi rahmat baginya, atau kedua, jabatan itu bisa menjadi fitnah. Bisa menjadi rahmat jika bisa bersifat amanah, istiqomah, jujur, dan dilakukan secara sangat baik. Bisa juga menjadi fitnah kalau dia tidak jujur, tidak adil, dalam keputusannya melanggar atau hal-hal negatif lain. Baik melanggar aturan Allah Swt. maupun aturan perundang-undangan yang ada. Sebagai keluarga, dan ini adalah mewakili harapan semua keluarga Hamdan, saya berdoa dan berharap ia diberikan kekuatan oleh Allah untuk meninggalkan hal-hal yang dilarang, dapat mengemban tugas negara sebaik-baiknya,” tutur Prof. Thib Raya dengan tegas.
Istri Hamdan Zoelva, Nina Damayanti, menuturkan harapan pada suaminya, “Tetaplah seperti Pak Hamdan Zoelva yang selama ini saya kenal.”
Harapan dari masyarakat Parado umumnya selain bangga juga menaruh harapan besar terhadap Hamdan Zoelva agar mampu mengharumkan nama tempat lahirnya.
“Saya sujud syukur di saat menyaksikan di televisi pemilihan ketua MK. Tidak menyangka orang gunung bisa menjabat ketua MK di Jakarta,” ujar Zufrin, warga Desa Lere, desa yang bersebelahan dengan Desa Rato, Parado.
“Kita harus bersyukur karena yang terpilih adalah orangnya masih muda, enerjik, pengalaman di bidang yudikatif, legislatif, akademisi karena beliau seorang doktor, dan juga praktisi hukum. Pernah juga di birokrasi karena pernah di Kemensesneg. Sekaligus bangga karena yang terpilih adalah putra terbaik NTB. Selain itu, beliau memiliki kepribadian agamis, low profile, dan komunikatif. Mudah-mudahan mampu mengabdi bagi bangsa,” pesan Abdurrahman Abdullah, tokoh NTB yang lahir di Bima.
Hamdan Zoelva juga mempersilahkan untuk melihat rumah bersejarah, tempat ia dilahirkan, yang sampai saat ini masih utuh. Lokasinya tak jauh dari rumah yang saat ini orang tuanya tempati. Selain itu banyak kisah-kisah inspiratif masa kecilnya yang diperoleh dari kakak, orang tua, dan orang-orang dekatnya (tentang itu semua akan disajikan pada posting berikutnya). **[liputan eksklusif harjasaputra].
Reportase Bagian 2: Melihat dari Dekat Rumah Kelahiran Ketua MK
Reportase Bagian 3: Untold Story Ketua MK (Hamdan Zoelva)
—
*Reportase ekslusif ini dimuat juga di Kompasiana dan di Kompas Cetak, (6/11/2013).