Kamis hingga Jumat (16-17/1), masyarakat di wilayah Kecamatan Bayan, Kab. Lombok Utara berduyun-duyun ke beberapa titikĀ lokasi untuk memperingati acara Maulid Adat. Acara maulid di Kecamatan Bayan Lombok Utara ini berbeda dengan peringatan maulid masyarakat Muslim di Lombok lainnya, bahkan di antara kecamatan-kecamatan yang ada di Lombok Utara sendiri, maulid di Kec. Bayan memiliki khas sendiri.
Kecamatan Bayan, yang lokasinya berada di kaki gunung Rinjani dan jarak dari kota sekitar 60 KM, merupakan cikal-bakal dari masyarakat Lombok Utara. Di wilayah ini pengaruh adat masih sangat kuat. Termasuk dalam peringatan maulid, adat pun sangat dominan. Dengannya disebut maulid adat.
Perbedaan maulid adat di Bayan, Lombok Utara, salah satunya adalah dari waktu pelaksanaannya. Umumnya maulid dilakukan pada tanggal 12 Rabiul Awal, tetapi di Bayan dilakukan pada tanggal 15 Rabiul Awwal (mereka menyebutnya tanggal 15 purnama).
Selain itu, masyarakat yang hadir dalam acara adat sangat dianjurkan untuk menggunakan pakaian adat: laki-laki menggunakan ikat kepala, sarung, dan ikat pinggang dari kain sementara perempuan menggunakan kain kemben dan ikat kepala.
Menurut pengakuan warga di sekitar Desa Loloan dan Desa Anyar Kec. Bayan, perayaan maulid adat lebih meriah dibanding lebaran. Semua warga yang dekat maupun jauh datang untuk memeriahkan maulid adat dengan membawa berbagai macam kebutuhan. Ada yang bawa beras, ayam, bahkan kambing. Tempat utama perayaan di antaraya di Masjid Kuno, masjid pertama yang ada di pulau Lombok.
Maulid adat diawali dengan prosesi turun grantung, turunnya gamelan yang hanya dikeluarkan setahun sekali. Ini pertanda dimulainya syiar Islam sejak kelahiran Nabi Muhammad Saw. Gamelan tidak bisa dilepaskan dari acara adat. Hal ini awalnya, sejak Islam masuk ke wilayah itu masyarakat Bayan tidak bisa lepas dari musik, sehingga ulama para penyebar Islam menyatukan antara peringatan maulid dengan adat yang diiringi oleh gamelan.
Setelah prosesi turun grantung, lalu prosesi menumbuk padi. Hal ini sebagai tanda memohon berkah rejeki dari Yang Maha Kuasa. Menumbuk padi dilakukan oleh para wanita dan tidak boleh yang sedang menstruasi. Tempat menumbuk padi pun dibersihkan terlebih dahulu dengan air suci serta dijaga agar tidak dilangkahi oleh anjing atau hewan bernajis lainnya.
Kemudian pada malam harinya, acara presean (adu perisai), sebagai bentuk pengorbanan dan keksatriaan. Darah yang menetes ke bumi dari ksatria presean sebagai tanda permohonan hujan.
Presean sangat ramai dikunjungi oleh ribuan masyarakat. Di Desa Anyar Kecamatan Bayan, presean bertempat di lapangan luas. Penonton berdiri dan membentuk lingkaran yang akan digunakan untuk adu perisai. Wasit ada tokoh atau pemuda anak dari pemuka adat. Menggunakan pakaian adat lalu meniup pluit sambil menunjuk ke para penonton yang melingkar. Orang yang ditunjuk harus mau bertanding.
Presean sangat sengit. Keduanya saling pukul dan berusaha menahan pukulan lawan dengan perisai. Tak jarang rotan yang digunakan sebagai senjata mengenai badan dan berdarah. Emosi pun bercampur baur disertai sorakan penonton menambah seru permainan. Meskipun saling baku-hantam tapi tidak ada kerusuhan, karena ketika dilihat suasana makin memanas, pemangku adat segera melerai. Masyarakat sangat menghormati pemangku adat.
Dari berbagai prosesi adat dengan segala keunikannya, di sini kita bisa melihat langsung bagaimana Islam pertama kali disebarkan. Bagaimana Islam bisa dengan mudah meleburkan diri pada budaya Hindu. Aspek kultural dan sosial lebih dikedepankan.**[harjasaputra]
Galeri Foto:
{gallery}maulidadat{/gallery}