Kisah tragis Hendry Kurniawan, korban penganiayaan gara-gara pelaporan sedot pulsa, bermula dari SMS Premium Reliji menjelang bulan suci Ramadhan lalu. SMS Reliji tetapi dilakukan dengan cara-cara menyimpang: menjebak dan ujung-ujungnya menyedot pulsa konsumen. Lintah digital yang bekerja secara profesional.
Kronologinya akan saya paparkan lengkap di sini, yang tidak Anda dapatkan di media mainstream manapun. Apa pasal? Karena yang bersangkutan memaparkannya langsung ke penulis. Tak hanya itu, seperti telah penulis paparkan dalam postingan sebelumnya, yang bersangkutan kini ada di satu tempat yang sudah penulis siapkan untuk melindungi beliau. Karena meskipun sudah melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tapi belum ada jawaban.
Bermula pada tanggal 20 Juli 2011, Hendry mendapatkan SMS iklan dari “INI GRATIS” (SMS Premium yang menggunakan teknologi masking, nama si pengirim tak terlihat nomor tetapi alfabet, ini biasanya digunakan untuk lebih meyakinkan konsumen). Isi pesannya “SELAMAT kamu terpilih bisa mendapatkan THR puluhan juta rupiah + umroh. Segera telpon ke *123*486# sekarang sebelum pukul 24.00″.
Simak isi SMS di atas. Jebakannya sangat nyata. Pertama, dengan menggunakan SMS masking INI GRATIS (dalam kamus manapun gratis pasti 0 rupiah untuk produk/layanan yang ditawarkan). Kedua, kode digitnya menggunakan *123# sebagai kode resmi dari layanan konten dari operator besar di Indonesia. Ketiga, pintar menggunakan bahasa. Menggunakan kata “bisa mendapatkan”. Bagi kita yang ngerti filosofi kata tak ada masalah. Itu artinya bukan mutlak mendapatkan tetapi bisa mendapatkan (antara ya dan tidak), namun bagi orang awam kata itu jelas dipahami sebagai iming-iming yang menggiurkan. Apalagi yang diiming-imingkan adalah THR puluhan juta rupiah plus umroh. Keempat, agar konsumen terpikat untuk segera berbuat sesuai dengan yang diinginkan maka dicantumkan tenggat waktu, yaitu untuk menelpon sebelum tengah malam. Lewat dari itu berarti sudah tidak berlaku. Padhal itu hanya jebakan, karena toh kata-kata itu digunakan terus di hari-hari selanjutnya dan ke setiap orang.
Jebakan itu terbukti ampuh. Banyak konsumen yang mungkin sudah terjebak, salah satunya Hendry. Langsung ia mengikuti ajakan yang diserukan oleh SMS tersebut. Tetapi nestapa dimulai dari sini. Bukannya gratis malah konten-konten langsung aktif. Dijawab oleh layanan (nomornya kali ini muncul dari 91**), bahwa “Terima kasih Anda sudah terdaftar dalam program info SYUKUR (2 sms/hr, 2rb/sms)….”.
Dan, setelah itu, SMS relijius dan kuis yang isinya melangit menyerukan kesalehan bertubi-tubi mampir ke HP Hendry. Salah satunya ini: “Apabila engkau menghadapi suatu perkara, maka engkau harus bersikap tenang sehinga Allah memperlihatkan kepadamu jalan keluarnya” (pengirimnya 91**).
Pesan di atas lucu. Jadi, sengaja dipilih petuah, yg kalau diartikan dalam kata lain, “Selamat elu sudah masuk dalam perkara/masalah. Berdoa aja deh biar ada jalan keluarnya.”…haddeeeeehhh cerdik luar biasa. Nama Allah sudah dijual begitu murahnya dan diselewengkan untuk tujuan keserakahan.
Tak tanggung-tanggung, dalam waktu 1 menit setelah telpon ke nomor *123*486# ada 3 SMS masuk. Berarti 6000 otomatis terpotong. Bayangkan baru 1 menit 6000. Maka, Hendry kalang kabut. Segera ia mencium bau aroma penipuan. Segera ia unreg.
Dua hari dari itu ia pergi ke kantor Customer Service dari operator SIMCardnya untuk melaporkan. Tapi dijawab enteng saja, “Itu bahasa iklan pak”.
Tak puas dengan pihak CS operator, Hendry menulis surat pembaca di koran Radar Bogor tentang keluhannya. Tapi tetap tak ada respons. Ia datang lagi ke kantor CS operator, masih dijawab sama, “Itu bahasa iklan pak”.
Prosedur normatif sudah dijalani semua. Ia kemudian diam seribu bahasa. Lalu pada Oktober 2011 di saat isu sedot pulsa menjadi hot topik di media massa dan menjadi isu nasional, Hendry mendatangi posko Pengaduan Sedot Pulsa yang digalang mahasiswa.
Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 14 Oktober ia melaporkan ke Polda Metrojaya disertai berbagai bukti SMS yang sampai sekarang masih ada.
Simak baik-baik bagian ini. Setelah lapor polda, Hendry mendatangi lagi kantor CS operator. Dan, karena kepolosannya, ia menyerahkan copy Tanda Bukti Lapor yang dari Polda ke CS. Di dokumen itu jelas ada alamat jelas dari Hendry.
Ini dapat menjadi data historis untuk menelusuri dan menjawab pertanyaan yang akan diajukan di akhir tulisan ini (dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah). Kenapa itu menjadi penting. Mari kita simak lagi.
Kejadian penganiayaan pertama terjadi pada dini hari pukul 01-an tanggal 01 November 2011. Tempat tinggal dia di Bogor, setelah siangnya bekerja, lalu jam 19-an berangkat untuk main ke rumah teman di wilayah Lebak Bulus (bukan teman pribadi, teman ngobrol biasa dan bukan lawan jenis, sering juga berkunjung ke situ). Mampir dulu di Botaniq Square untuk membeli sesuatu. Sampai di rumah temannya jam 21-an. Pulang jam 01-an.
Lalu ia jalan sambil menunggu angkot yang ke arah parung. Jalanan lagi sepi. Muncullah dua orang dengan sepeda motor RX King berhelm. Langsung berhenti, dan salah seorang yang dibonceng turun lalu bilang,
“Elu Hendry ya,
“Iya, elu sapa?”
“Jangan sok lu.”
Langsung kaki Hendry ditendang dengan keras. Hendry terjatuh. Kerah bajunya ditarik, dipaksa untuk berdiri. Tak diberi ampun, tamparan keras pun melayang dan hinggap mengenai rahang dan leher.
Si penganiaya lalu mengancam:
“Tujuan lu melapor (ke polisi) apa? Mau mati lu?”
Karena kesakitan dan terjatuh Hendry ga sempat menjawab. Si penganiaya pun lantas pergi menaikin motornya.
Si penganiaya pergi ke arah Parung bukan ke arah Jakarta. Hendry setelah diam sesaat merasakan sakit lalu pulang dengan menaikin angkot.
Kejadian kedua, besoknya, tanggal 02 November 2011 di saat setelah mampir di perpustakaan umum Cinta Baca, sekitar jam 21-an, Hendry kembali dihampiri oleh pengendara sepeda motor. Kebetulan di tempat gelap dan jalanan sepi. Ia dipepet oleh motor. Jenis motornya sama dengan yang di wilayah Lebak Bulus. Tapi kali ini hanya satu orang di motor itu.
Setelah mepet Hendry dengan motornya, ia pun mengancam Hendry:
“Lu mau lanjut? Mau jadi pahlawan kesiangan? Pulang kampung lu”.
Itulah kronologi lengkapnya. Pertanyaan yang dapat diajukan:
1. Dari mana si pengendara motor tahu bahwa yang sedang jalan itu adalah Hendry? (Karena ia langsung nanya nama sebelum menyiksa).
2. Dari mana si pengendara motor tahu aktivitas Hendry? Rumahnya di Bogor tetapi bisa tahu Hendry lagi di Lebak Bulus?
3. Kenapa si pengendara motor setelah menyiksa menuju arah Parung (Bogor) bukan arah Jakarta?
4. Dari mana juga si pengendara motor tahu Hendry di perpustakaan umum Bogor?
5. Apa arti dari perkataan ancaman: Pulang kampung lu? Dari mana si pengendara motor tahu Hendry bukan orang asli Bogor, dan punya kampung di satu kota?
Kesimpulannya silahkan analisis sendiri. Siapakah gerangan dalang dari ini dengan melihat kronologis lengkap di atas? Kepolisian yang harus mengungkap ini. Tapi orang awam yang punya feeling investigatif bisa sedikitnya memahami alur tersebut untuk mengawasi proses hukum yg sedang ditempuh.**[harja saputra]