Ada sisi lain yang luput dari perhatian Komnas HAM pada insiden di Pelabuhan Sape, Kab. Bima. Komnas HAM terkesan fokus pada kesalahan polisi dalam upaya pembubaran para pengunjuk rasa pada Sabtu (24/12/2011). Padahal banyak hal yang perlu dilihat juga yang harus menjadi pertimbangan.
Apa saja sisi lain yang luput tersebut?
1. Massa memblokir pintu masuk Pelabuhan selama 5 hari
Pelabuhan jelas fasilitas umum. Tanggal 25 Des adalah hari natal dan menyusul dengan tahun baru. Pelabuhan Sape adalah gerbang supply untuk wilayah NTT, terutama Sumba, Labuan Bajo dan sekitarnya. Daerah ini sangat bergantung kebutuhan pokok maupun supply lain dari Pelabuhan Sape. Perlu diingat juga bahwa mayoritas masyarakat NTT adalah warga Kristiani. Apa jadinya jika demonstrasi terus berlanjut hingga hari Natal tiba dan Tahun Baru? Apakah ini bukan pelanggaran HAM?
Berdasarkan sumber yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan masyarakat sekitar Pelabuhan Sape dan polisi yang bertugas langsung pada saat kejadian, ada fakta yang tidak bisa dibantah. Apa itu? Puluhan truk yang mengantri untuk masuk ke Pelabuhan Sape selama 5 hari mencapai 3 KM. Banyak barang yang dibawa membusuk pada saat antri, seperti sayuran dan buah-buahan. Tidak hanya itu, sopir dan awak truk sudah kesulitan mencari makan, karena uang mereka sudah menipis. Bahkan ada banyak sopir truk yang mengadu ke pos polisi meminta uang karena uang makan mereka sudah habis. Polisi tidak punya uang karena ditugaskan bukan untuk bagi-bagi uang.
Itu yang di darat. Yang lebih tragis adalah yang di laut. Para penumpang dan awak kapal yang hendak merapat ke pelabuhan harus tertahan selama berhari-hari. Tidak bisa ke darat. Ada sekitar 5 kapal. Dari mana mereka makan? Terpaksa pisang-pisang yang dibawa daripada membusuk akhirnya diturunkan dari truk yang ada di kapal dan dibagi-bagikan untuk sekadar bisa makan. Apakah mereka bisa bertahan hidup jika lebih dari itu? Kalau satu kapal memuat sekurangnya 30 orang dikali 5 berarti ada 150 orang yang tersiksa di dalam kapal. Apakah ini bukan pelanggaran HAM?
2. Pembubaran paksa
Apakah ada jalan lain selain dibubarkan? Ada. Negosiasi. Dan itu sudah berkali-kali dilakukan. Ketika massa berduyun-duyun dalam jumlah ratusan dari pemukiman warga menuju pelabuhan dengan membawa panah, tombak, dan parang, merangsek memaksa masuk pelabuhan, ini yang menjadi pemicu penembakan.
Yang paling penting sebetulnya bukan itu. Tapi, massa bergerak ke arah pom bensin dan hendak membakar pom tersebut. Bayangkan jika pom bensin terbakar maka area pelabuhan akan terkena dampaknya. Jarak dari pom bensin ke pelabuhan adalah 200 meter. Sudah ada massa yang menyalakan bom molotov dan terlihat hendak melemparkan ke arah pom bensin. Tapi langsung dikejar dan ditembak.
Tidak hanya itu, massa juga bergerak ke gardu PLN dan akan merusak bahkan serta membakarnya. Jika gardu PLN mati, seluruh masyarakat di wilayah Sape akan kena imbasnya.**[harjasaputra.com]