Pada reportase sebelumnya telah dikemukakan berbagai informasi dari pihak-pihak yang kontra terhadap aktivitas penambangan di Kecamatan Lambu dari unsur masyarakat, koordinator aksi, dan tokoh masyarakat. Senin (2/1/2012/), sebagai upaya untuk menggali informasi dari semua pihak, berhasil menemui pihak yang pro, dalam hal ini pihak pemerintah Kab. Bima yang diwakili oleh Wakil Bupati, Syafrudin Noor, dan Sekretaris Dewan (Sekwan), Supratman. Sebetulnya bukan menemui tapi penulis diundang oleh Wakil Bupati agar mereka bisa memberikan informasi dari sisi pemerintah.
Dengan mengenakan baju seragam batik di kantornya, Syafrudin menerangkan bahwa pemberitaan di media massa tentang rusuh di Pelabuhan Sape mayoritas hanya sepihak, melihat dari sudut pandang yang kontra saja. Padahal, menurutnya, yang pro tambang banyak jumlahnya di masyarakat Kec. Lambu.
Rauf, asisten pribadi wakil bupati, yang turut mendampingi ikut menambahkan keterangan. Ia mengatakan, bahwa isu ini dikemas sedemikian rupa oleh pihak yang kontra tambang untuk mendapatkan perhatian luar biasa dari media dan simpati dari masyarakat lain.
“Kabar awal tentang jumlah korban meninggal yang beredar melalui SMS terkesan direkayasa. Disebutkan jumlahnya 12 orang, lalu ada lagi beredar kabar 9 orang, kader HMI yang meninggal, kader IMM yang meninggal, sehingga hal ini memunculkan reaksi yang luar biasa padahal kenyataan tidak seperti itu. Sangat kelihatan upaya provokasinya”, ujar Rauf.
Ketika ditanya mengenai alasan masyarakat Kec. Lambu yang mengatakan tidak adanya sosialisasi pada masyarakat terkait pemberian izin pertambangan di wilayah mereka, Syafrudin mengatakan itu bohong.
“Pemerintah daerah telah berkali-kali melakukan sosialisasi ke masyarakat di kantor desa dan tempat-tempat lain. Data lengkapnya kami punya. Sebagian masyarakat mungkin sudah terprovokasi oleh pihak-pihak lain sehingga pendirian mereka dasarnya ‘pokoknya’ dan ‘pokoknya’ saja,meski sudah dijelaskan berkali-kali tapi bersikukuh pokoknya menolak. Bahkan setelah sosialisasi kantor kecamatan dibakar. Setiap unjuk rasa membawa senjata tajam. Ini sudah tidak wajar”, tegasnya.
Pernyataan senada diungkapkan oleh Supratman yang juga mengaku sebagai mantan aktivis HMI. “Kami tahu siapa aktor di balik kerusuhan ini yang secara konsisten menolak tambang di Kab. Bima. Debutnya juga sudah kami selidiki. Masyarakat sudah terprovokasi dari awal, sehingga apapun yang disampaikan oleh pemerintah adalah salah. Upaya provokasi di antaranya dengan menyebarkan video CD yang dibagikan atau yang ditonton massal. Judul videonya adalah “Rumah Hantu” tapi isinya menampilkan secara visual berbagai hal dampak negatif dari aktivitas penambangan. Padahal izin yang dikekuarkan itu masih izin eksplorasi bukan izin operasi produksi. Izin eksplorasi masih belum diketahui dampaknya karena masih upaya pencarian titik yang berpotensi, analisi AMDAL, dan kegiatan lain. Jadi jika analisis dampaknya belum dilakukan dari mana mereka berani mengatakan ada dampak pasti terhadap masyarakat”, paparnya.
Tindakan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kab. Bima di antaranya melakukan berbagai koordinasi untuk menuntaskan kasus ini. Untuk pengusutan terkait penembakan sudah dilakukan koordinasi dengan pihak kepolisian agar diperoleh informasi jelas penyebabnya dan mendesak agar diusut tuntas. “Kami juga terus berkoordinasi dengan pemerintahan provinsi, termasuk nanti tanggal 6 Januari Pak Gubernur akan berkunjung ke Bima untuk membahas masalah ini”, ujar Syafrudin.
Apakah Pemda akan mencabut SK 188.45 yang diberikan kepada PT Sumber Mineral Nusantara untuk izin eksplorasi penambanan emas di wilayah Kec. Lambu? Wakil Bupati tertegun sejenak ketika ditanyakan itu. Lalu menjawab, “Tidak semudah itu mencabut SK, karena belum ditemukan pelanggaran oleh perusahaan atau hal lain sebagaimana disebutkan dalam UU Pertambangan Minerba, yaitu pailit, pidana, dan tidak melakukan kewajibannya. Saat ini sudah dilakukan penghentian izin sementara, sambil melakukan penyelesaian dan musyawarah dengan masyarakat untuk mencari jalan keluar yang lebih baik. Sebetulnya bisa saja dicabut asal ada jaminan dari pemerintah pusat jika kemudian ada tuntutan hukum dari kebijakan ini.”
Sebelumnya dari hasil penggalian informasi, masyakat Kec. Lambu bersikukuh untuk minta dicabut SK 188.45, dan pihak pemda pun sebagaimana dapat dilihat dari keterangan pihak pemda di atas, sepertinya tetap bersikukuh keberatan untuk mencabut SK tersebut. Jika kedua pihak yang bersitegang tetap demikian, bagaimana ujungnya? Apa yang akan terjadi lagi nanti?**[harjasaputra.com]