Otonomi daerah yang memberikan keleluasaan dan kekuasaan untuk mengurus daerah kerap memunculkan banyaknya kepala daerah, baik bupati maupun gubernur, berperilaku seperti raja. Ingin dilayani bukan melayani dan kerap membuat kebijakan sesuka hati (mengenai hal ini silahkan baca posting sebelumnya: “Anak-anak Mogok Sekolah Gara-gara Ulah Bupati“).
Saya ingin berbagi pengalaman mengenai hasil pengamatan (disertai foto-foto dan wawancara) selama empat tahun mondar-mandir ke provinsi NTB. Bersentuhan langsung dengan dinas-dinas di beberapa kabupaten/kota, bahkan melihat langsung dengan mata kepala sendiri mengenai perilaku para kepala daerah. Jika pada posting sebelumnya saya memaparkan fenomena negatif, kini agak sedikit berbeda: mengangkat sisi positif dari bupati di kabupaten lain yang ada di NTB.
Di Kabupaten Lombok Utara (KLU) bupatinya sangat berbeda. Djohan Sjamsu, selaku bupati KLU, saya melihat sendiri bahkan beberapa kali mengikuti kemana ia pergi. Tak jarang pergi jauh ke pelosok wilayah untuk bertemu dengan masyarakatnya.
Tidak ada sentimen apapun dari posting ini: tidak ada muatan politis atau apapun, tohpemilihan kepala daerah di KLU masih jauh, yaitu tahun 2015.
Pada Senin (23/9) misalnya, sedan Camry hitam bernomor polisi DR 1 GU terlihat masuk ke sebuah perkampungan yang sebagian jalannya masih belum diaspal. Debu beterbangan terinjak ban mobil. Mobil yang tadinya mengkilap berubah seketika menjadi putih tertutup debu. Tiba di sebuah pesantren. Dari dalam mobil terlihat bupati KLU turun disertai anggota DPR-RI, Abdurrahman Abdullah, menghampiri pemimpin pesantren. Diadakan pertemuan untuk mendengarkan aspirasi dari mereka (foto 1).
Beberapa bulan kemudian, di saat saya mendampingi kembali anggota DPR-RI, diajak untuk makan siang kembali di tempat yang sama. Namun ada pemandangan berbeda, ternyata aduan para pedagang kaki lima yang dulu disampaikan sudah langsung diwujudkan.
Selain dalam masalah pembangunan dan hobinya berdiskusi langsung dengan masyarakat, Bupati Lombok Utara pun giat mempertahankan kebersamaan dan persaudaraan di antara warga yang berbeda agama. Pluralis istilahnya. Di Kabupaten Lombok Utara terdapat 3 agama besar: Islam, Hindu dan Budha. Bupati bisa merangkul ketiga pihak tersebut. Bahkan, ia kerap mempersatukan tokoh-tokoh ketiga agama dalam sebuah tempat. Saya menyaksikan sendiri bagaimana para pemuka Muslim, Budha dan Hindu bercengkerama makan siang bersama.
Kabupaten Lombok Utara adalah kabupaten hasil pemekaran yang masih berumur belia, baru berumur 5 tahun. Lokasi wisata yang terkenal hingga taraf internasional adalah tiga gili: Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno; selain itu ada air terjun Senaru, gunung Rinjani, dan banyak lagi. Mengingat banyaknya potensi wisata yang memerlukan banyak Sumber Daya Manusia, target Bupati Lombok Utara ke depannya adalah mendirikan perguruan tinggi (politeknik) untuk meningkatkan taraf hidup dan pendidikan di wilayahnya. Karena selama ini belum ada perguruan tinggi yang ada di Lombok Utara.**[harjasaputra]
Galeri Foto Blusukan Bupati Lombok Utara:
{gallery}Bupati_KLU{/gallery}