Berikut kronologi kasus Meiliana yang dirangkum dari berkas dakwaan sebagaimana dikutip detikcom, Rabu (22/8/2018):
Juli 2016 Pukul 08.00 WIB
Meiliana datang ke kios di Jalan Karya Lingkungan I Kelurahan Tanjungbalai Kota I Kecamatan Tanjungbalai Selatan Kota Tanjungbalai, Sumut.
“Kak, tolong bilang sama uak itu, kecilkan suara mesjid itu kak, sakit kupingku, ribut,” kata Meiliana ke Kasini alias Kak Uo.
“Iyalah nanti kubilangkan,” jawab Kak Uo.
Besoknya, Kak Uo mendatangi adiknya, Hermayanti.
“Orang China muka itu minta kecilkan volume mesjid,” ujar Kak Uo.
“Yang mano, siapo?” tanya Hermayanti.
“Istri si Atui,” jawab Kak Uo.
“Bilangkanlah sama bapak,” ujar Hermayanti.
“Malas aku, kau lah bilangkan, aku takut,” kata Kak Uo.
Besoknya, datang Kasidik ke kedai Kak Uo.
“Ada orang China itu, datang ke kedai kau ya?” tanya Kasidik.
“Iyo ado pak, dia minta kecilkan suara mesjid itu Pak, bising dio katonya,” ujar Kak Uo.
“Iyolah nanti ku sampaikan ke BKM Mesjid Al Makhsum,” jawab Kasidik.
29 Juli 2016 Pukul
10.00 WIB
Kasidik bertemu dengan Ketua BKM, Sayuti di Jalan Bahagia, Kecamatan Tanjungbalai Selatan Kota Tanjungbalai.
“Pak Sayuti, China depan rumah kami itu, gimana ya. Minta kecilkan suara volume mesjid kita itu,” ujar Kasidik.
“Ya udahlah, nanti saya datang ke mesjid nanti kita bicarakan di mesjid,” jawab Sayuti.
Pukul 16.00 WIB
Selesai salat Ashar, Kasidik bertemu dengan saksi Sahrir alias Pak Er.
“Er, China depan itu minta kecilkan volume mesjid ini, bising katanya telinganya. Bagimana solusinya?”ujar Kasidik.
“Ya nantilah. Nanti kita kasih tahu sama Pak Lobe dan Pak Dai Lami,” jawab Pak Er.
Pukul 18.00 WIB.
Sehabis salat Magrib, saksi Kasidik bertemu dengan Pak Zul Sambas, Haris Tua alias Pak Lobe dan Dailami.
“Macam mana ini China yang di depan itu minta suara volume mesjid dikecilkan,” ujar Kadisik.
“Ayok kita ke rumahnya,” jawab Pak Zul Sambas dkk.
Pukul 19.00 WIB.
Mereka sampai di rumah Meiliana. Tak berapa lama, Meiliana menemui rombongan tersebut.
“Ada kakak bilang kecilkan suara mesjid itu?” tanya perwakilan rombongan.
“Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu ya. Bising telinga saya pekak mendengar itu,” ujar Meiliana.
“Jangan gitulah. Kalau kecil suara volumenya nggak dengar,” jawab Haris Tua.
“Punya perasaanlah kalian sikit,” pinta Meiliana.
“Kakak jangan lah gitu bercakap, haruslah sopan sikit,” ujar Pak Lobe.
Setelah itu, rombongan itu kembali ke masjid untuk salat Isya. Tak berapa lama, suami Meiliana, Lian Tui datang ke masjid untuk meminta maaf. Namun pada saat itu masyarakat di sekitar saling bercerita sehingga masyarakat menjadi ramai.
Pukul 21.00 WIB
Masyarakat mulai gaduh dan berkumpul di kantor kelurahan.
Pukul 23.00 WIB
Masyarakat semakin ramai dan berteriak ‘Bakar,bakar’. Lalu ada yang berteriak “Allahu Akbar, Allahu Akbar’.
Massa tidak terkendali dan melempari dan merusak rumah Meiliani. Selain itu, vihara yang ada di kota itu juga ikut dirusak.
2 Desember 2016
Haris Tua membuat laporan ke kepolisan untuk mengusut kasus itu.
14 Desember 2016
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Independent Bersatu (AMIB) mengajukan Surat kepada Ketua MUI Kota Tanjungbalai meminta audiensi dengan MUI setempat.
19 Desember 2016
MUI Kota Tanjungbalai memutuskan ucapan/ujar yang disampaikan oleh Sdri Meliana atas suara azan yang berasal dari mesjid Al-Maksum perendahan dan penistaan terhadap suatu agama Islam.
MUI merekomendasikan kepada pihak Kepolisian untuk segera menindaklanjuti proses penegakan hukum atas saudari Meiliana.
23 Januari 2017
Perusak dan pembakar vihara dihukum, yaitu:
- Abdul Rizal dihukum 1 bulan 16 hari.
- Restu dihukum 1 bulan dan 15 hari.
- M Hidayat Lubis dihukum 1 bulan dan 18 hari.
- Muhammad Ilham dihukum 1 bulan dan 15 hari.
- Zainul Fahri dihukum 1 bulan dan 15 hari.
- M Azmadi Syuri dihukum pidana 1 bulan dan 11 hari.
- Heri Kuswari dihukum 1 bulan dan 17 hari (kena pasal kasus pencurian).
- Zakaria Siregar dengan pidana 2 bulan dan 18 hari.
30 Mei 2018
Meiliana mulai duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.
21 Agustus 2018
PN Medan menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara ke Meiliana.
Kesimpulan saya:
Pertama, ada ketidakadilan dalam lamanya masa hukuman: perusak dan pembakar rumah ibadah rata-rata 1 bulan paling lama 2 bulan, sementara masa hukuman bagi yang protes 18 bulan. Ini murni pertimbangan hakim memang.
Kedua, seharusnya bisa dimusyawarahkan secara baik-baik. Memang sudah dimusyawarahkan. Menjadi isu hukum karena kemudian menjadi rusuh. Saya yakin ini ada provokator penyusup. Sedang dimusyarawahkan di kantor kelurahan, tetapi kemudian rusuh karena ada provokator teriak-teriak untuk membakar rumah ibadah.
Ketiga, saya gak paham kenapa MUI Sumut keluarkan fatwa bahwa itu penodaan agama. Alasannya karena azan adalah syariat Islam. Azannya iya syariat, tapi yang diprotes kan bukan azannya, tapi volume dari toa itu.
Keempat, toleransi itu penting. Semua orang harus saling menghargai. Tidak ada mayoritas dan minoritas. Setiap kita adalah mayoritas dan pada saat yang sama setiap kita adalah minoritas. Mungkin kita mayoritas di suatu daerah, tetapi di tempat lain kita minoritas.**