Categories: Sosbud

Rok Mini dan Logika

Ilustrasi: harjasaputra.com

Tadi malam, di saat berbuka puasa dengan teman, terlibat diskusi ringan mengenai “rok mini”. Dipicu oleh satu tulisan mengenai fenomena “penggunaan pakaian” oleh wanita yang seringkali diberikan penilaian oleh orang yang melihatnya.

Perlu diingat, bahwa namanya “penilaian” itu selalu subjektif, bergantung pada siapa yang berbicara. Apapun logika dan pembelaan yang diajukan selalu subjektif. Sebab di situ opini sudah bercampur dengan banyak variabel: kepentingan, pengalaman hidup, pemahaman tentang suatu nilai, dan lain-lain.

Bangunan logika yang selalu dipakai dalam menilai rok mini, bahkan bukan hanya menilai rok mini tetapi juga dalam menilai perbandingan 2 subjek dengan 2 predikat, selalu begini:

“Orang yang memakai rok mini belum tentu buruk perilakunya”..

“Orang yang tidak memakai rok mini belum tentu juga baik perilakunya”.

Mari kita lihat. Benarkah susunan logika yang digunakan dalam statemen tersebut? Benar. Bahkan sangat benar. Karena memang begitu adanya. Tapi ada kejanggalan dalam berlogika. Apa itu?

Ketika kita membuat probabilitas dari dua subjek dan dua predikat, harusnya yang muncul bukan hanya dua probabilitas, tapi empat bahkan bisa lebih dari itu. Dari sini nanti akan terlihat subjektivitasnya di mana. Maksud saya begini. Mari kita bikin probabilitasnya:

Jika yang memakai rok mini itu kita simbolkan dengan X; yang berpakaian tertutup dengan simbol Y.

Lalu perilaku yang baik kita simbolkan dengan A, dan perilaku yang tidak baik dengan B (untuk masalah baik dan tidak baik sendiri sebetulnya susah untuk menilai, tapi kita anggap saja baik dan tidak baik seragam penilaiannya).

Maka probabilitasnya berarti:

X – A (memakai rok mini tapi berperilaku baik/tidak menyimpang)

X – B (memakai rok mini dan berperilaku tidak baik/menyimpang)

Y – A (berpakaian tertutup dan berperilaku baik)

Y – B (berpakaian tertutup tapi berperilaku tidak baik)

Kalimat di atas, “belum tentu wanita yang memakai rok mini buruk perilakunya” adalah logis di satu sisi, tapi ada kepentingan di situ, yaitu “justifikasi” atau pembenaran. Karena hanya mengambil 2 probabilitas ekstrim, yaitu orang yang memakai rok mini tapi berperilaku baik dan orang yang berpakaian tertutup tetapi berperilaku tidak baik. Menutup mata dari 2 probabilitas yang lain. Di sinilah subjektivitasnya.
Perbedaan justifikasi inilah yang sering memunculkan perdebatan.

Padahal, kalau mau fair, dalam kasus rok mini ini, bikin lagi satu probabilitas yang keluar dari hukum logika yang kaku, apa itu probabilitas alternatifnya? Gampang:

X dan Y. Beres.

Maksudnya, satu orang wanita tidak mungkin setiap hari dan setiap saat menggunakan rok mini kan. Hari ini memakai rok mini, besoknya (atau sorenya) memakai celana panjang, besoknya lagi memakai pakaian lain, atau dalam kesempatan lain memakai pakaian yang berbeda. Kenapa kita terpaku pada penilaian dalam situasi yang kaku? Manusia itu dalam berpakaian selalu dinamis, tidak bisa dibayangkan kalau manusia berpakaiannya statis. Dengannya pakaian tidak bisa dijadikan indikator dalam menilai kepribadian.

Pakaian itu masalah lain, dan kepribadian itu masalah lain juga. Tidak bisa digabungkan dalam satu frame berpikir. Karena manusia berpakaian selalu didorong oleh motivasi yang berbeda, sesuai dengan kebutuhannya. Maka menjadi naif sekali ketika seorang wanita memakai rok mini lantas diberikan label tertentu. Bukan karena kesalahan dalam berlogika, tapi memang karena dua hal yang berbeda, yang tak mungkin disatukan dalam satu kondisi.**[harjasaputra]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share