Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (Kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. Al-Isra`[17] : 1)
Dalam tafsir Mizan disebutkan bahwa Isra Mi’raj adalah perjalanan paling suci dalam sejarah. Sang musafir adalah Nabi Muhamad Saw, terminalnya adalah Masjidil Haram, route jalurnya adalah Masjidil Aqsa, tuan rumahnya adalah Allah Swt, tujuan dari perjalanan itu adalah melihat ayat-ayat Ilahi, hadiahnya adalah berita-berita dari langit dan dari alam malakut untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan.
Disebutkan juga bahwa malam itu bertepatan dengan malam senin. Malam senin juga adalah malam kelahiran Nabi, malam Nabi menerima wahyu pertama, malam hijrah dari Mekkah, dan malam wafatnya Nabi.
Allah Swt menurunkan Adam dari langit ke bumi dan menaikkan Nabi Muhammad Saw dari bumi ke langit. Di malam itu Nabi Muhammad Saw melihat alam-alam malakut dan juga keajaiban-keajaiban ciptaan Tuhan, berjumpa dengan para nabi, menerima-hadis-hadis Qudsi (hadits yang berisi firman Allah SWT selain dari al-Qur’an) dan menyimak masalah sosok penerus Nabi selanjutnya. Beliau juga melihat surga dan neraka, mendengar persaksian nabi-nabi lain tentang kondisi para penghuni surga serta kenikmatan yang mereka peroleh dan juga para penghuni neraka dengan siksaan-siksaan yang mereka terima. Ketika beliau kembali dari Mi’raj menceritakan perjalananan tersebut, sebagian orang yang masih lemah imannya murtad dari agama Islam.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa Mi’raj Nabi dilakukan dengan jasad dan ruh, dalam keadaaan terjaga, sadar, bukan dalam keadaan tertidur. Pertanyaannya mungkinkah rasio kita menerima itu? Mungkinkah jasad manusia yang bersifat materi (terbatas oleh keterbatasan ruang dan waktu) dapat menembus keterbatasan materi dan menembus dimensi ruang dan dan waktu? Sangat mungkin.
Kunci untuk memahami ini tidak bisa secara literal (tekstual) tetapi harus melalui pemahaman-pemahaman yang lain. Nabi sebetulnya telah memecahkan Teori “Kekekalan Energi” yang kemudian dibuktikan secara ilmiah oleh Joule.
Apa itu kekekalan energi? Dalam hukum kekekalan energi disebutkan bahwa “energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan”. Apa itu energi dasar yang tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan?
Jika dalam hukum fisika, energi dasar adalah: Waktu, Jarak dan Massa. Tapi ada yang lebih dasar dari itu. Energi dasar dari seluruh keberadaan untuk mampu bergerak adalah “Ada”. Carilah keberadaan apapun pasti terdapat di dalamnya “Ada”. Apakah ada keberadaan yang tidak mengandung “Ada?” Tidak mungkin kita jumpai, semua keberadaan pasti di dalamnya terdapat “Ada”. Setiap manusia berperilaku karena adanya kesadaran bahwa dirinya adalah ada. Tanpa ada kesadaran itu maka tidak akan ada tindakan. Ketika kita menyetir mobil atau motor itu bukan alam rasional lagi yang digunakan, tetapi alam bawah sadar. Alam sadar yang dilakukan secara terus menerus maka akan menimbulkan alam bawah sadar. Ketika alam bawah sadar maka sebetulnya dia terhubung ke dalam energi dasar, yaitu energi ke-Ada-an.
“Ada” sesungguhnya adalah energi Tuhan. Bahkan “Ada” adalah Tuhan itu sendiri. Maka, ketika manusia sudah menyatu dengan Tuhan, maka sesungguhnya telah memiliki energi dasar yang kuat dalam dirinya, yaitu energi ke-Ada-an. Karena sifat “Ada” yang universal, ada di setiap keberadaan, maka energi ini bisa melampaui apapun, bisa melampau kecepatan cahaya, bisa melampaui keterbatasan materi. Maka, ketika Nabi miraj dengan ruh dan jasadnya itu adalah sangat rasional. Karena dirinya telah menyatu dengan energi dasar ini. Sehingga dalam satu malam bisa melampaui kecepatan cahaya dari masjid haram, ke masjid Aqsha dan ke alam malakut. Alam malakut juga tidak mungkin terlepas dari “Ada”. Karena baik alam dunia maupun alam akhirat elemen dasarnya masih “Ada”. Tidak mungkin yang lain.
Apakah manusia biasa bisa menyatu dengan energi dasar ini? Bisa. Buktinya banyak yang memiliki indera keenam atau para wali (non-nabi) yang memiliki berbagai kelebihan-kelebihan yang terkadang kata sebagian orang tidak bisa diterima oleh akal. Padahal sesungguhnya itu sangat rasional. Itu berarti telah menyatu dengan energi dasar, energi “Ada”. Tentunya dengan tahapan-tahapan yang harus ditempuh, yaitu penyucian diri, dan sebagainya.
Peringatan Isra Mi’raj adalah peringatan penyatuan dengan yang Maha Ada. Berangkatlah dari alam materi (dunia) ke alam “Ada”, alam kesadaran, alam rasionalitas, alam yang tak terhingga, alamnya Tuhan.**[harja saputra]
Tulisan ini semula dimuat di Kompasiana: http://filsafat.kompasiana.com/2011/06/29/rasionalitas-dalam-peristiwa-isra-mi%E2%80%99raj/