Robert Kiyosaki dalam bukunya yang terkenal Rich Dad Poor Dad, memberikan definisi yang berbeda mengenai “Kekayaan” dan “Orang Kaya”. Ia menulis definisi yang menarik bahwa definisi kaya adalah: “how long can you live off your savings and passive income sources before you go broke“. Dalam bahasa mudahnya, orang kaya dalam perspektif baru indikatornya adalah “Berapa lama seseorang mampu bertahan hidup tanpa bekerja. Berapa lama ia bisa bertahan hidup dari tabungan dan sumber pasif income lain sebelum kemudian bangkrut”.
Dengan indikator ini, penilaian terhadap kaya atau tidaknya seseorang bukan dinilai dari apa yang tampak atau apa yang dimiliki tetapi dari kemampuan bertahan hidup. Jika ia memiliki tabungan, berapa lama tabungan itu mampu membiayai hidupnya, satu tahunkah, setengah tahunkah satu bulan, atau jangan-jangan hanya 1 minggu bahkan 1 hari saja. Dan, jika memiliki pasif income, entah dari investasi property, bisnis, atau lainnya, berapa lama itu bisa menghidupi pemiliknya di saat pemiliknya jobless.
Jika kita lebarkan bahasan ini, kita akan tertegun dengan kenyataan ini. Boleh jadi mereka yang mobilnya banyak, hartanya melimpah, di saat kebangkrutan tiba, luluh lantah hidupnya dan hanya mampu bertahan hidup tanpa pekerjaan mungkin 1 bulan saja. Apalagi saya, mungkin jika tanpa pekerjaan, tabungan hanya mampu meng-cover untuk bertahan hidup 2 hari saja. Tapi mari kita lihat para petani, bisa bertahan hidup 3 bulan di saat menunggu panen tiba. Siklus hidupnya diciptakan untuk kaya, untuk bisa bertahan hidup dengan tidak terlalu mengandalkan pekerjaannya. Jadi, sesungguhnya orang yang paling kaya adalah petani.
Tengok lagi orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka masih bisa bertahan hidup. Luar biasa. Dari mana mereka bisa bertahan hidup? Sepertinya bukan dari tabungan, bukan pula dari pasive income, tetapi mereka hidup dari uluran atau kepedulian orang lain. Jaminan sosial di Indonesia adalah uluran tangan. Saudara tidak punya pekerjaan, maka pamannya, bibinya, dan yang lain membantu orang tersebut. Tapi tidak semua seperti itu. Banyak macam.
Satu yang pasti, kenyataan hidup hanya dua: punya pekerjaan atau tidak punya pekerjaan. Di mana posisi Anda saat ini? Jika di posisi berpekerjaan siap-siaplah untuk dalam kondisi tidak berpekerjaan, jika dalam kondisi tidak berpekerjaan jangan gali kuburan dengan menghutang kiri-kanan, carilah pekerjaan karena itu keniscayaan hidup, apapun jenis pekerjaannya.
Bagi yang sedang dalam posisi memiliki pekerjaan, sebaiknya tidak gali kubangan dengan terlalu banyak mengandalkan hutang. Apalagi kartu kredit. Kartu kredit adalah kubangan lumpur yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi kuburan bagi Anda. Pesan para orang tua zaman dahulu sepertinya perlu diperhatikan, menurut mereka: “Kebahagiaan orang yang tidak punya hutang sama persis dengan kebahagiaan orang yang banyak uang”.**[harja saputra]