Categories: Sosbud

Miss World dan Aurat

Ilustrasi: thejakartapost.com

Tertarik membaca tulisan berisi polemik yang bertengger di Kolom Trending Article Kompasiana hari ini. Tulisan dengan judul “Miss World Ditolak, Kawin Kontrak Ditolak”. Jawaban dari tulisan Mat Kodak pada hari sebelumnya dengan judul “Miss World Ditolak, Kawin Kontrak Didukung”. Tulisan yang ditulis oleh Ivanho (akun tak terverifikasi nih, tapi tidak apa-apa, kita pake prinsip umum: lihat tulisannya jangan lihat siapa yang nulis. Meskipun kalau lihat akun saya, jelas terverifikasi. Menang satu poin..hehehe) di awali dengan statemen:

“Miss World dan kawin kontrak adalah dua hal yang berbeda…Meskipun beda, tapi keduanya memiliki kesamaan, yaitu: sama-sama ditolak dalam Islam!”

Di tulisan ini justru kesimpulan akhirnya against mainstream, akan berbeda dengan tulisan Mat Kodak dan pengkritiknya. Dikarenakan sudah diakui bahwa Miss World dan Kawin Kontrak adalah dua hal yang berbeda, maka dalam tulisan ini tidak akan dibahas mengenai kawin kontrak, melainkan fokus pada masalah Miss World.

Kenapa Ajang Miss World Tidak Ditolak Dalam Islam?

Saya kutip alasan utama dari Ivanho mengenai alasan kenapa ajang MW ditolak dalam Islam. Menurutnya, “…kontes kecantikan macam ini jelas dilarang dalam Islam. Kenapa? Karena Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan kaum wanita. Aurat wanita yang seharusnya ditutup dan dijaga, tidak selayaknya diumbar, dipertontonkan, bahkan dipertandingkan.”

Ini alasan klasik sebenarnya. Alasan yang sama ketika membahas mengenai masalah hijab atau jilbab, atau tentang fenomena rok mini atau pakaian terbuka lainnya.

Ivanho tidak mendasarkan pendapatnya pada teks normatif, baik ayat dari kitab suci maupun perkataan Nabi. Ia hanya mengemukakan pendapat pribadi, bahwa Islam melarang itu. Kehormatan wanita itu terletak pada menutup aurat.

Untuk menyanggah itu, saya juga akan ikuti metodenya. Tidak akan menggunakan teks normatif, tapi murni logika. Kecuali ia gunakan teks, saya juga akan gunakan teks untuk menyanggahnya.

Kehormatan wanita dalam Islam, menurut saya, bukan dilihat dari pakaiannya, melainkan dari perbuatan, sikap, dan kepribadiannya. Dari akhlak istilah gampangnya. Saya mau ajak jalan-jalan dulu mengenai bagaimana sejarah perintah dari menutup aurat diturunkan.

Kewajiban menutup aurat dalam Islam itu turun bukan tanpa sebab, tapi ada historisnya, ada asbabun nuzulnya. Pada waktu itu, yaitu pada zaman peradaban jahiliyah, wanita sudah tak karuan bejatnya. Wanita suci yang menjaga kehormatannya sangat sedikit. Lalu muncullah Islam, dan turunlah kewajiban untuk menutup aurat. Artinya apa? Artinya agama berpihak pada orang baik tapi sedikit daripada orang banyak tapi bejat. Berpihak pada wanita baik yang sedikit jumlahnya. Nah sekarang mari kita balik situasinya. Kini, di Indonesia, jilbab itu sudah jadi trend. Ketika misalnya kita dihadapkan pada realitas: ada 5 orang berjilbab tapi akhlaknya tidak baik dan 1 orang yang tak berjilbab tapi akhlaknya baik, maka agama jelas harus berpihak pada orang baik tapi sedikit. Persis seperti pada saat ayat itu turun. Orang yang baik tapi tidak berjilbab justru yang harus dibela. Pun, jika kebalikannya, jelas agama harus membela orang berjilbab yang baik dan sedikit. Karena ukurannya adalah baik/akhlak bukan pakaiannya.

Jadi, dari reasoning di atas, MW tidak ditolak tidak juga dianjurkan oleh agama. Patokannya bukan pada aurat, tapi apakah di situ menimbulkan dampak baik ataukah jelek. Di situ harusnya fokusnya. Untuk mengetahui itu, tidak bisa asal tuduh. Perlu penelitian komprehensif. Lakukanlah riset, apakah memang ada korelasi antara kontes kecantikan dengan penurunan moral?**[hs]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share