Hati-hati dalam menilai kesombongan dan kesederhanaan seseorang! Kenapa demikian? Karena kesombongan dan kesederhanaan bedanya tipis. Kesombongan dalam bentuk kesederhanaan di satu sisi adalah baik, karena menunjukkan kerendahan diri. Namun, di sisi lain, ini menunjukkan kesombongan puncak.
Kesombongan adalah konsep diri yang muncul bukan asli dari diri sendiri, tetapi konsep diri yang muncul dari kebutuhan atas penilaian orang lain. Contohnya, Orang Kaya Baru (OKB) pasti akan memamerkan hartanya pada orang lain agar dinilai bahwa dirinya orang mampu, orang berada. Ia ingin dihargai atau diakui oleh orang lain atas apa yang dimilikinya. Jika ia mendapatkan pujian, segera ia lontarkan bahwa apa yang dimilikinya sekarang adalah hasil kerja kerasnya selama ini. Itu wajar karena manusia butuh pengakuan. Semakin tua umur seseorang maka kebutuhannya semakin abstrak. Pengakuan adalah salah satu wujud dari kebutuhan abstrak.
Pada level yang lebih tinggi, kesombongan memunculkan diri dalam bentuk lain. Bukan lagi ingin menunjukkan apa yang dimiliki, tetapi justru bersembunyi di balik status “kesederhanaan”. Ia lebih menikmati status “kesederhanaan” yang diberikan oleh penilaian orang lain atas dirinya, padahal sesungguhnya ia hidup berkecukupan. Pada level ini, orang yang kaya raya misalnya, akan memakai atribut orang yang sederhana, untuk menunjukkan bahwa dirinya meskipun punya segala macam tetapi tetap “sederhana”. Misalnya kemana-mana hanya mengenakan celana pendek, sandal jepit, atau menenteng kantong plastik. Padahal dirinya orang yang kaya-raya. Ini adalah bentuk kesombongan yang lain. Umumnya dilakukan oleh orang yang sangat mapan dan sudah lama menikmati kemapanannya.
Kesombongan dalam bentuk kesederhanaan di satu sisi adalah baik, karena menunjukkan kerendahan diri. Namun, di sisi lain, ini menunjukkan kesombongan puncak. Orang lain akan merasa kagum pada dirinya, dan menyingkirkan hal-hal negatif yang harus dikritik pada dirinya. Bersembunyi di balik kesederhanaan lebih kejam daripada terang-terangan sederhana.
Konsep diri manusia berubah-ubah sesuai dengan kebutuhannya. Semakin tinggi status sosialnya maka konsep dirinya akan berubah arah ke arah semula. Awalnya sederhana, lalu ia memunculkan konsep diri mewah, dan akan kembali ke konsep diri sederhana. Ini adalah siklusnya.
Bagaimana seharusnya? Konsep diri yang baik adalah bukan dari penilaian orang lain. Kesederhanaan yang dimunculkan untuk memenuhi harapan orang lain, masih belum disebut “kesederhanaan”. Itu masih kesombongan. Konsep diri yang baik adalah memunculkan kesederhanaan lebih pada pertimbangan bahwa sederhana adalah baik, daripada bermewah-mewahan. Beda jauh dengan yang pertama. Di sini selain sikap yang menunjukkan kesederhanaan, juga akan diikuti dengan kedermawanan. Tidak ada gunanya ia memunculkan kesederhanaan padahal dirinya kaya-raya tetapi ia tidak mau berbagi dengan orang lain.**[harja saputra]