“Jangan takut untuk melawan nak! Kalau ada yang macam-macam ajak berantem, lawaan..! Sama-sama makan nasi nggak boleh takut. Laki-laki harus berani!”
Itu yang selalu saya tekankan kepada anak saya. Kenapa seolah-olah mengajari anak untuk berkelahi? Bukan begitu. Pertama, secara fisik anak saya yang laki-laki itu kecil, bahkan terkecil di kelasnya. Kedua, di zaman sekarang, apalagi sebagai kaum minoritas, hanya ada dua cara agar bisa bertahan: punya harta banyak atau berani melawan. Tidak ada alternatif lain. Untuk harta banyak belum mampu, pilihannya tidak ada lagi kecuali menanamkan keberanian.
Menanamkan keberanian pada anak untuk membela diri lebih saya intensifkan terutama dari pengalaman yang sudah terjadi sebulan lalu. Anak saya pernah mengeluhkan sakit di pinggangnya. Seperti terasa patah katanya. Saya dan istri awalnya tidak menaruh curiga: mungkin kecapekan main di sekolah. Namun kemudian curiga karena sudah 2 hari sakitnya tidak sembuh-sembuh. Malah di malam hari ia sering mengaduh kesakitan tidak bisa tidur karena pinggangnya terasa sakit sekali. Setelah tiga hari tidak sembuh langsung dibawa ke tukang urut. Lumayan mendingan sepulang dari situ: bisa tidur.
Setelah menginjak hari keempat tidak sekolah karena sakit kemudian ia baru cerita. Ternyata pinggangnya ditendang oleh temannya. Istri saya beeeeeh…keluar sifat aslinya. Langsung saja datangi ke sekolah dan mengadu ke pihak sekolah. Tapi kemudian, ibu si anak yang menendang anak saya tidak mau terima. Malah menuduh membesar-besarkan masalah katanya. Untung, istri saya tidak mau memperpanjang karena tujuannya mengingatkan pihak sekolah agar lebih memperhatikan perilaku anak-anak sewaktu di kelas.
Saya sebagai bapak juga sempat panas. Punya anak, susah bikinnya, kok main ditendang saja. Ya masa saya harus ajak berantem juga bapaknya anak itu. Kurang elok. Tidak memecahkan masalah. Akhirnya cara terakhir adalah mengajarkan keberanian. Tidak perlu takut kalau di-bully. Lawan dan terus maju. Itu sengaja ditanamkan lagi secara terus-menerus sejak saat itu. Anak saya sudah punya modal padahal: bisa bela diri, karena ikut ekstra kurikuler pencak silat. Tapi karena mungkin melihat fisik teman yang mem-bully itu besar ia menjadi tidak berani. Maka, tugas saya adalah menanamkan rasa percaya diri dan keberanian.
Membekali anak bela diri di zaman sekarang merupakah hal mutlak, wajib, fardhu, dan harus. Apalagi ke depannya kehidupan tidak ada yang tahu akan berjalan seperti bagaimana. Apalagi bagi kaum minoritas seperti saya, yang sering menjadi korban karena isu keagamaan, membela diri salah satu hal yang bisa diandalkan jika terjadi hal-hal tidak diinginkan. Anak-anak jangan menjadi korban kekerasan. Caranya ajari anak untuk membela diri, berani, dan pantang takut pada siapapun. Kalau kita benar, kenapa harus takut, lawan!!!**[harjasaputra]