Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah diluncurkan 6 Januari 2025 merupakan program nasional. Dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala mendasar. Pentingnya peraturan dalam bentuk UU yang mengatur khusus tentang program tersebut.
Pemerintah secara resmi telah memulai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada tanggal 6 Januari 2025. Sebesar Rp 71 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2025 telah dialokasikan untuk menjamin keberlangsungan program ini.
Anak-anak sekolah dan kelompok rentan lainnya menjadi sasaran utama Program MBG, yang bertujuan untuk memperbaiki gizi dan kesehatan mereka.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya bertujuan untuk menurunkan angka stunting yang masih tinggi di Indonesia (21,5% pada 2023), tetapi juga memberikan dampak positif yang luas. Penelitian menunjukkan bahwa program ini dapat meningkatkan gizi anak, meningkatkan kehadiran di sekolah, dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Setiap rupiah yang diinvestasikan dalam MBG dapat memberikan manfaat ekonomi yang jauh lebih besar, sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi UMKM.
Tantangan Program MBG
Agar Program MBG berjalan lancar, perlu ada upaya khusus untuk memastikan makanan terdistribusi secara merata, kualitas makanan memenuhi standar gizi, dan sumber pendanaan program tetap terjaga.
Salah satu masalah yang muncul dalam pelaksanaan program MBG adalah ketidakseimbangan gizi pada menu yang disediakan. Banyak laporan yang menyebutkan kekurangan protein dan sayuran segar dalam menu makanan.
Keterlambatan distribusi makanan dalam program MBG di Brebes, khususnya di daerah terpencil, berdampak pada ketersediaan makanan bagi siswa tepat waktu. Kondisi geografis yang sulit menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.
Banyak sekolah tidak punya dapur yang bagus untuk memasak atau menyimpan makanan. Penunjukan penyedia makanan atau vendor belum memiliki SOP yang jelas. Kewenangan lembaga pemerintah seperti BPOM, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, serta lembaga pemerintah di daerah, seperti Dinas Kesehatan, lembaga di tingkat kecamatan dan Desa, belum diatur sehingga menimbulkan kebingungan pada saat pelaksanaan program.
Jika terdapat kasus dalam pelaksanaan program tersebut, siapa lembaga yang bertanggung jawab, dan apa langkah yang dapat ditempuh oleh pihak sekolah atau para orang tua siswa, masih belum terpetakan.
Sebagaimana kasus beberapa orang siswa di SDN 3 Sukoharjo yang mengalami keracunan makanan setelah mengkonsumsi makanan MBG. Hal ini menunjukkan masih lemahnya SOP dalam penyediaan makanan dan mitigasi jika terdapat kasus.
Keterbatasan anggaran menjadi kendala utama dalam upaya pemerataan pelaksanaan Program MBG. Pemerintah saat ini tengah berupaya mencari solusi pendanaan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut.
Pentingnya UU tentang MBG
Program MBG yang saat ini berlaku diatur berdasarkan Perpres Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, yang di dalamnya mengatur mengenai mekanisme MBG dan wewenang Badan Gizi Nasional.
Pasal 5 Perpres Nomor 83 Tahun 2024 memuat, bahwa: “Sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas dan fungsi Badan Gizi Nasional, diberikan kepada:
Program MBG merupakan program nasional yang strategis dan membutuhkan anggaran, SDM, dan pola kebijakan yang khusus. Pengaturan MBG selayaknya diatur melalui UNDANG-UNDANG, sehingga kendala tentang mekanisme, wewenang, pendanaan, SDM, dan lainnya dapat dirumuskan secara komprehensif dalam Undang-Undang tersebut.
Pentingnya pengaturan dalam bentuk UU untuk program MBG, adalah agar program tersebut berkelanjutan. Dengan adanya UU, meskipun bergantinya kepemimpinan presiden, program tersebut akan tetap berjalan.
Pengaturan Program Makan Bergizi Gratis dalam bentuk Undang-Undang di berbagai Negara: