Opini

Reviu Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah diluncurkan 6 Januari 2025 merupakan program nasional. Dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala mendasar. Pentingnya peraturan dalam bentuk UU yang mengatur khusus tentang program tersebut.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun dalam APBN 2025 untuk mendukung pelaksanaan program MBG.

MBG bertujuan untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anak sekolah dan kelompok rentan lainnya, sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia.

Manfaat MBG, di antaranya:

  1. Menurunkan angka stunting yang masih tinggi. Pada tahun 2023, angka stunting pada anak Indonesia adalah 21,5%. Target tahun 2024 dan 2025 stunting berada di angka 14%.
  2. Penelitian oleh World Food Programme menemukan bahwa pemberian makan siang di sekolah dapat meningkatkan asupan energi anak hingga 20–30%, memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan nutrisi harian.
  3. Di India, program Mid-Day Meal Scheme juga dapat meningkatkan kehadiran siswa hingga 9,3% di daerah pedesaan (data: World Bank). Hal ini menunjukkan bahwa program makan siang gratis tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga mendorong anak-anak untuk tetap sekolah.
  4. Penelitian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), bahwa setiap Rp 1.000 yang digelontorkan untuk program MBG akan memberikan manfaat peningkatan hingga Rp 63.500 terhadap perekonomian. Program ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi sekitar 0,10 persen melalui penyerapan 820.000 pekerja dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terkait. Studi Indef berdasarkan proyek percontohan MBG di 10 kabupaten/kota, terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak tiga orang serta terdapat peningkatan penghasilan UMKM sebagai mitra penyedia sekitar 33,68 persen.

Tantangan Program MBG

Terdapat 3 (tiga) tantangan pelaksanaan program MBG, yaitu: (1) memastikan distribusi yang merata, (2) kualitas makanan yang sesuai standar gizi, dan (3) keberlanjutan pendanaan.

Laporan dari beberapa daerah menunjukkan bahwa meski program bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi, komposisi menu belum selalu seimbang. Misalnya, ada makanan yang kekurangan protein atau sayuran segar.

Di Brebes, Jawa Tengah, pelaksanaan MBG menunjukkan beberapa sekolah mengalami keterlambatan distribusi makanan, terutama di daerah terpencil. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dan akses transportasi.

Banyak sekolah tidak memiliki fasilitas dapur yang memadai untuk menyimpan atau mempersiapkan makanan.

Di Makassar menunjukkan bahwa beberapa siswa kurang menyukai lauk tertentu, seperti sayuran, sehingga makanan terbuang sia-sia. Hal ini mencerminkan kurangnya penyesuaian menu dengan kebiasaan makan lokal.

Di beberapa sekolah, anak-anak lebih memilih makanan yang digoreng atau memiliki rasa gurih dibandingkan makanan sehat seperti sayuran rebus. Hal ini menunjukkan kurangnya edukasi tentang pentingnya gizi.

Terdapat kasus beberapa orang siswa di SDN 3 Sukoharjo keracunan makanan setelah mengkonsumsi makanan MBG. Hal ini menunjukkan masih lemahnya SOP dalam penyediaan makanan dari aspek tingkat kebersihan dan tingkat kehigienisan.

Jangkauan pelaksanaan program MBG belum merata, karena keterbatasan anggaran. Pemerintah Pusat masih mencari alternatif pendanaan untuk program MBG. Diupayakan dari APBN, APBD, dan alternatif anggaran lain yang sah.

Beberapa daerah melibatkan donatur atau sponsor untuk menutup kekurangan biaya, yang membuat keberlanjutan program bergantung pada pihak luar.

Pentingnya UU tentang MBG

Program MBG yang saat ini berlaku diatur berdasarkan Perpres Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, yang di dalamnya mengatur mengenai mekanisme MBG dan wewenang Badan Gizi Nasional.

Pasal 5 Perpres Nomor 83 Tahun 2024 memuat, bahwa: “Sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas dan fungsi Badan Gizi Nasional, diberikan kepada:

  1. peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren;
  2. anak usia di bawah lima tahun;
  3. ibu hamil; dan
  4. ibu menyusui.

Program MBG merupakan program nasional yang strategis dan membutuhkan anggaran, SDM, dan pola kebijakan yang khusus. Pengaturan MBG selayaknya diatur melalui UNDANG-UNDANG, sehingga kendala tentang mekanisme, wewenang, pendanaan, SDM, dan lainnya dapat dirumuskan secara komprehensif dalam Undang-Undang tersebut.

Pentingnya pengaturan dalam bentuk UU untuk program MBG, adalah agar program tersebut berkelanjutan. Dengan adanya UU, meskipun bergantinya kepemimpinan presiden, program tersebut akan tetap berjalan.

Pengaturan Program Makan Bergizi Gratis dalam bentuk Undang-Undang di berbagai Negara:

  1. Amerika Serikat: National School Lunch Act (1946): Undang-undang ini menjadi dasar bagi program makan siang gratis di sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Program ini bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.
  2. Jepang: Shokuiku Kihon Hō (1954): Undang-undang ini menekankan pentingnya pendidikan makanan dan gizi. Meskipun tidak secara khusus mengatur program makan gratis, undang-undang ini menjadi landasan bagi berbagai inisiatif terkait gizi di sekolah, termasuk penyediaan makanan sehat.
  3. Finlandia: Perusopetuslaki (1998): Undang-undang pendidikan dasar di Finlandia mewajibkan sekolah untuk menyediakan makanan yang bergizi seimbang bagi semua siswa setiap hari sekolah.
  4. Brasil: Lei No. 11,947/2009: Undang-undang ini memperluas akses terhadap makanan bergizi bagi anak-anak dan remaja di sekolah-sekolah, serta pusat penitipan anak.
  5. Swedia: Skollagen (2010): Undang-undang pendidikan di Swedia mengatur tentang penyediaan makanan sehat di sekolah, termasuk program makan siang gratis untuk siswa tertentu.
  6. India: National Food Security Act (2013): Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan akses terhadap makanan yang cukup bagi seluruh penduduk India, termasuk program makan siang gratis di sekolah.
  7. Inggris: Children and Families Act (2014): Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menyediakan makanan gratis bagi anak-anak prasekolah dan sekolah dasar yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah.
Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share