Melanjutkan analisis penulis sebelumnya terhadap wawancara live Nazaruddin di Metro TV (19/07/2011) yang menganalisis beberapa kejanggalan, di antaranya penyebutan lokasi proyek atlet Ambalat atau Hambalang dan penyebutan jumlah angka yang berbeda-beda, kejanggalan ini pun diperkuat oleh bukti adanya Jingle Sari Roti pada saat wawancara live tersebut.
Jingle Sari Roti terdengar dua kali, yakni di menit ke 00.53 dan di menit 01.23. Suara jingle Sari Roti yang terdengar pertama di saat Nazaruddin sedang menyampaikan pihak-pihak yang merekayasa kasusnya. Jingle Sari Roti pertama tidak jelas terdengar. Tetapi, yang kedua kembali terdengar di sekitar menit 01.23. Di bagian ini terdengar jelas bagian intro jingle (berita lengkap disertai bukti suara jingle sari roti ada di sini).
Informasi tentang adanya jingle tersebut terkuak pada wawancara dengan Anas Urbaningrum, Ketum Partai Demokrat, Kamis (21/07/2011) di TV One, meskipun wawancaranya tidak ditayangkan live dan tidak pada jam tayang prime time (apa sebabnya, tanya kenapa?). Kali ini transkripsi lengkap wawancara dengan Anas sangat lengkap dan pembaca bisa membaca seluruh isi wawancara khusus tersebut. Dari sini pun pembaca bisa menilai dari perbandingan wawancara Nazaruddin dengan wawancaran Anas, karena dalam komunikasi ada pesan verbal dan pesan non-verbal yang bisa dilihat secara kasat mata (untuk membaca transkripsi lengkap wawancara dengan Anas ada di sini).
Semua isu-isu yang dialamatkan pada Anas mendapat jawaban yang jelas dari statementnya. Dengan bahasa yang lugas, tidak bercabang, Anas menyampaikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang disampaikan padanya yang berisi berbagai isu-isu yang beredar di media saat ini, dari mulai alasannya yang seakan menghindar dari pers, isu perpecahan di tubuh Demokrat, isu KLB, tujuan Rakornas, isu uang panas yang dituduhkan oleh Nazaruddin, jawaban atas status mobil Alphard yang dipakai olehnya, dan lainnya.
Dari segi komunikasi, pembaca juga bisa melihat sosok mana yang memiliki kredibilitas antara Nazaruddin dan Anas. Apa yang penulis maksud kredibilitas? Kredibilitas sebagaimana diungkapkan oleh Aristoteles, adalah ketika seseorang yang berbicara memiliki ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Phatos ialah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos ialah kekuatan yang dimiliki pembicara melalui argumentasinya (Larson, 2011):
1. Dari segi ethos, silahkan Anda analisis sendiri transkripsi lengkap wawancara Anas dengan wawancara Nazaruddin, karakter pribadi mempengaruhi apakah pesan yang disampaikan itu jujur ataukah berbohong.
2. Dari segi pathos memang kalau masalah membangkitkan emosi Nazaruddin lebih mampu membangkitkan emosi karena gaya penyampaiannya yang “meledak-ledak” disertai tuduhan-tuduhan emosional, sementara pernyataan Anas lebih kalem, tidak arogan.
3. Adapun dari segi logos, pernyataan Nazaruddin banyak yang tidak logis sementara pernyataan Anas terpikirkan secara matang dan urutan-urutan logisnya tidak ada yang meleset (silahkan dalami dari link transkripsi lengkap di atas).
Kredibilitas sumber juga dapat dilihat dari dua dimensi yang lain, yaitu: expertise dan trustworthiness. Kredibilitas dicirikan oleh keahlian (expertise) yaitu mengacu pada tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap apa yang dibicarakan. Adapun keterpercayaan (trustworthiness) yaitu sejauh mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Ini dapat gampang dibandingkan, dari segi keahlian Anas jelas jauh di atas Nazaruddin sehingga jika dibandingkan dari bukti-bukti wawancara tersebut dapat mudah dipilih mana yang ngasal dan mana yang tidak. Hal ini berujung pada aspek keterpercayaan, yaitu keterangan yang jujur. Memang, jujur tidak memiliki warna sehingga dapat dikenali secara mudah, tetapi jujurnya informasi dapat dilihat dari kronologi-kronologi arah pembicaraan yang tidak bertentangan satu sama lain, seperti disebutkan pada aspek logos di atas.
So, jika ada dari pembaca yang masih mempercayai keterangan-keterangan Nazaruddin, lebih baik dipertimbangkan lagi. Sekali lagi, silahkan bandingkan dengan keterangan yang berbeda. Karena tidak fair melakukan penilaian hanya dari kabar “Katanya”. Rujuklah pada sumber aslinya, sehingga tidak ada kesenjangan hermeneutikal (kesenjangan antara persepsi dengan realitas).
Di sini, penulis tidak sedang melakukan pembelaan, tetapi hanya melihat dari aspek komunikasi, karena komunikasi bisa mencerminkan realitas yang sebenarnya. Ketika Anda memiliki anak, tentunya kita bisa tahu dan sangat paham, apakah anak kita berbicara bohong ataukah tidak, dari apa melihatnya? Dari aspek komunikasi, raut muka, gaya bicara, isyarat yang digunakan, dan ciri-ciri lain. Penulis juga tidak berbicara pada aspek hukum, karena masalah hukum sudah ada KPK yang menangani hal ini. Jika memang aspek hukum kembalikan ke hukum, jangan sampai karena isu “katanya” dari sumber yang belum tentu benar, lantas ramai-ramai menilai dan men-judge. Prinsip komunikasi yang baik, lihatlah berita bukan sebagai pembuktian, tetapi sebagai hipotesis-hipotesis dan premis yang harus dibuktikan kebenarannya.**[harja saputra]
Tulisan ini dimuat juga di Kompasiana: http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2011/07/22/wawancara-nazaruddin-vs-wawancara-anas/