Pertanyaan penting yang sekarang banyak beredar: Apakah setelah Rapat Paripurna mensahkan suatu RUU, naskah RUU tersebut boleh diubah lagi?
Dalam setiap pembahasan RUU, setelah gelaran rapat paripurna, pasti ada proses finalisasi lagi yang dilakukan oleh tim teknis DPR dan tim teknis Pemerintah. Ingat, oleh Tim Teknis ya, bukan oleh para Anggota Dewan atau Menteri. Finalisasi dilakukan sebanyak satu kali rapat, dua kali atau berkali-kali tergantung dari jumlah pasal RUU-nya. Itu pun aturannya ketat.
Di antara aturannya sebagai berikut:
1. Finalisasi biasanya proses mengecek konsistensi penggunaan huruf besar atau huruf kecil dari suatu istilah. Istilah yang digunakan di Ketentuan Umum harus konsisten pakai huruf kapital di awal katanya.
2. Cek kesesuaian angka dan terbilang. Misal 5% (lima persen), terbilang atau kata dalam kurung ini sering terlupakan konsistensinya. Hal ini disebabkan perdebatan pada pembahasan umumnya di angka. Angka berubah dari hasil tarik-ulur yang mungkin memakan waktu berhari-hari untuk bahas satu angka saja, tetapi terbilangnya masih ikut terbilang awal.
3. Koma tidak boleh diubah, karena koma bagian dari konten yang sudah dibahas dan disepakati di tingkat Tim Sinkronisasi (Timsin). Pembahasan di Timsin pasti sudah melibatkan Ahli Bahasa untuk verifikasi kata baku dan struktur kata termasuk titik-koma. Kecuali titik di akhir kalimat yang mungkin luput tidak dikasih titik boleh diberikan tanda titik. Itu pun harus dibuat rekapnya dan diparaf oleh pimpinan.
4. Seluruh kata tidak boleh ada yang diubah. Karena kata adalah bagian dari substansi yang sudah disepakati di tingkat Tim Perumus (Timus).
5. Cek spelling atau ejaan dari seluruh kata. Biasanya jarang yang salah kalau sudah diparipurnakan, karena semua kata sudah dibahas dan disetujui di tingkat Timus dan Timsin. Jadi sudah lolos dua tahap screening.
Nah kalau ada kata yang salah, ini patut dicurigai karena tidak lazim. Harus ditelusuri dari catatan awal saat kata itu disetujui. Di Tenaga Ahli dan Legal Drafter yang handle RUU (biasanya lebih dari dua orang), suatu Pasal atau Ayat yang disepakati, pasti ada keterangan disepakati tanggal berapa. Jika berbeda dengan yang disepakati akan disampaikan ke pimpinan. Atau sama-sama dicek ulang dengan catatan Tim Teknis dari Pemerintah.
Bahan untuk finalisasi adalah catatan dari setiap selesai rapat pembahasan RUU. Pada setiap selesai rapat pembahasan, biasanya ada file khusus, diberikan nama file sesuai tanggal pembahasan untuk memudahkan penelusuran. File itu dikirim ke semua tim teknis. Di dalamnya terekam semua catatan. Misal, kata yang dihapus tidak boleh langsung dihapus tapi dicoret. Ada tanda coretannya di file itu lengkap dengan tanggalnya.
6. Harus banyak mata untuk melihat kesalahan kata. Kadang hari ini sudah kelar, tapi karena sifat manusia kadang ada saja yang terlewat. Caranya inapkan dulu teks itu kalau sudah selesai. Besoknya dibaca lagi bareng-bareng. Itu dilakukan minimal 2 kali. Sampai yakin betul tidak ada lagi kesalahan.
7. Setelah selesai, draft akhir disampaikan ke pimpinan dengan list perubahan. Ditandatangani oleh Pimpinan untuk diserahkan ke Pimpinan DPR untuk ditandatangani dan dikirim ke Presiden untuk diundangkan.
Saya sangat memahami hari-hari ini tim teknis Baleg DPR dan tim teknis Pemerintah yang tangani RUU Cipta Kerja pasti mendapat tekanan psikis berat. Semua mata dan jari tertuju pada tim teknis ini.
Dari kasus tidak ada naskah fisik RUU saat paripurna, pasti yang tertuduh adalah Tim Teknis atau Sekretariat. Padahal, mungkin saja itu masalah teknis karena sangat berat dan almost impossible menggandakan dokumen hampir seribu halaman sebanyak 575 eksemplar dalam waktu sehari. Iya hampir seribu halaman, karena misal dari file yang beredar adalah 905 halaman, biasanya nanti ada kolom di bawah tiap halamannya berisi tabel tanda tangan persetujuan tiap fraksi yang dapat menambah jumlah halaman.
Atau tekanan tersebut bisa dalam bentuk lain. Dulu saat saya ditugaskan jadi tim Teknis Pansus RUU Terorisme, tekanan dari luar sangat kencang. Itu imbasnya rapat jadi tegang. Untuk menenangkan suasana, Prof Muladi yang waktu itu bertugas sebagai Ketua Pakar dari Pemerintah sampai gebrak meja. “Fokus, kita jangan terbawa oleh tekanan dari luar. Proses politik adalah di ruangan ini”, kata beliau. Ini upaya untuk tidak membawa suasana tekanan dari luar ke proses rapat. Bahaya kalau sudah tertekan.*