“Bagaimana jika tidak ada capres peroleh suara lebih dari 50 persen (atau dalam bahasa lain 50 persen plus satu)?” adalah pertanyaan menarik.
Seperti diketahui bahwa Pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua pasangan. Banyak yang berpendapat, bahwa karena dua pasangan, maka pemilu dua putaran kecil kemungkinan. Dalam ungkapan lain: capresnya sama kok, masa iya dua putaran. Namun, ada juga pakar yang mengatakan dua putaran bisa dilakukan jika tidak memenuhi perolehan suara yang disyaratkan.
Sistem pemilihan presiden kita dirancang dengan sistem “Pilpres dua putaran” (two round system). Dan, yang mengatur ini langsung konstitusi, dalam hal ini tertuang dalam UUD 1945. Jika saja kerancuannya pada UU mungkin bisa di-judicial review ke MK, tetapi karena UUD 1945, MK yang tugasnya menjaga konstitusi, menyelaraskan UU dengan UUD 1945, kewalahan karena tidak berhak untuk mengubah UUD 1945.
Syarat Presiden terpilih tertuang dalam UUD 1945 Pasal 6A ayat (3) dan (4):
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Syarat ini juga diimplementasikan dalam UU Pilpres, UU Nomor 42 tahun 2008 Pasal 159 dengan bahasa yang tidak jauh berbeda.
Dengannya, syarat Capres terpilih adalah:
1. Memperoleh suara lebih dari 50 persen.
2. Sebaran perolehan suara: 20 persen di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Dalam bahasa mudahnya: 20 persen suara di 17 provinsi (jumlah provinsi 34).
Pertanyaannya: bagaimana jika tidak ada pasangan capres yang memperoleh suara lebih dari 50 persen? Dan bagaimana jika pasangan capres memperoleh suara lebih dari 50 persen tetapi sebaran suara tidak mencapai 20 persen di 17 provinsi?
KPU sampai saat ini belum punya jawaban atas dua pertanyaan di atas, mengingat aturan yang ada dalam konstitusi dan UU berbeda konteksnya dengan Pilpres 2014. MK pun diam. Para pakar hukum pun memiliki tafsir yang beragam menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Sekarang mari kita lihat: mungkinkah pasangan capres tidak ada yang memperoleh suara lebih dari 50 persen?
Perlu dicatat bahwa persentase perhitungan suara dihitung berdasarkan SUARA SAH. Di sini pun menyisakan pertanyaan lain: bagaimana jika jumlah suara tidak sah 40 sampai 50 persen? Dengannya suara sah hanya 50-60 persen.
Di dalam UUD maupun UU hanya disebut dengan istilah “SUARA” bukan “SUARA SAH”. Tentang ini biasanya diatur melalui PKPU (Peraturan KPU). Sampai saat ini dilihat dari website KPU Pusat, KPU belum menerbitkan peraturan khusus untuk perhitungan suara Pilpres 2014.
Awalnya saya berpikir akan seru jika golput mencapai 40 sampai 50 persen. Otomatis suara sah hanya 60 persen, dibagi dua pasangan maka tidak akan ada yang memperoleh 50 persen suara. Jika ini yang terjadi, maka tidak akan ada presiden terpilih.
Namun, dari pengalaman Pileg maupun Pilpres pada pemilu lalu, perhitungan suara umumnya tetap menggunakan patokan dari suara sah. Berapa pun jumlah suara tidak sah atau golput tidak akan berpengaruh. Perhitungan 50 persennya adalah mengacu ke jumlah suara sah. Lebih pastinya kita tunggu Peraturan KPU yang mengatur tentang ini.
Meskipun demikian, jika jumlah suara tidak sah atau golput mencapai 50 persen, ini menunjukkan legitimasi dari pemenang Pilpres 2014 adalah lemah, karena tidak didukung oleh mayoritas penduduk Indonesia.
Berarti jawaban dari pertanyaan di atas adalah: Tidak Mungkin. Jika asumsi kuatnya adalah dari suara sah, otomatis jika yang berlaga hanya dua pasangan capres, pasti salah satunya ada yang tembus 50 persen atau lebih.
Permasalahan akan terjadi hanya pada poin kedua, yaitu bagaimana jika tidak ada capres yang memiliki sebaran suara minimal 20 persen di 17 provinsi. Ini yang multitafsir, sebagian pakar berpendapat, klausul ini tidak perlu dilihat karena hanya ada 2 capres berlaga. Ada juga yang tetap berpendapat, ini amanat konstitusi, harus tetap dijalankan. Jika demikian, siap-siap saja pemilu dua kali dengan dua calon yang sama..oalaaah..lucunya.**[harjasaputra]