Jangan karena ketidaktahuan lantas melakukan propaganda ke masyarakat luas. Ini pesan utama yang ingin saya sampaikan ketika membaca tulisan kawan Kompasianer, Pak Gunawan, dalam artikel “Alhamdulillah Presiden Jokowi Turunkan Ongkos Naik Haji” yang ditayangkan pagi ini (28/05).
Saya ingin mengkritisi tulisan Pak Gunawan untuk melihat bahwa apa yang ditulis olehnya sama sekali tidak benar.
Pertama, tulisan Pak Gunawan dibuka dengan kalimat bombastis sebagai berikut dengan dicetak tebal: “ONH atau Ongkos Naik Haji resmi diturunkan oleh Presiden Jokowi kemarin Rabu (27 Mei 2015) di Istana Merdeka.”
Statemen ini tidak memiliki pijakan sehingga saya berani mengatakan bahwa statemen ini Asal Bunyi. Kenapa? Dalam Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu UU No.13 tahun 2008 dalam Pasal 21 disebutkan:
“Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR”
Dari bunyi Pasal dalam Undang-undang tersebut, Presiden posisinya menyetujui usulan dari Menteri setelah mendapat persetujuan DPR.
Dari pengaturan Pasal tersebut, urutan pembahasan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) atau ONH adalah sebagai berikut: Menteri mengusulkan kepada DPR, lalu DPR bersama-sama dengan wakil dari Kementerian Agama RI, dalam hal ini Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umrah (PHU) membahas komponen-komponen BPIH tersebut, dan kemudian DPR menyetujuinya. DPR berhak untuk menolak usulan dari Kementerian Agama RI. Setelah disetujui oleh DPR lalu dibawa ke Presiden untuk ditetapkan melalui Perpres.
Jadi, yang memiliki hak untuk menyetujui atau menolak besaran Biaya Haji adalah DPR. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI sebagai yang ditugasi oleh Presiden sesuai amanat Undang-undang Haji fungsinya mengusulkan..sekali lagi MENGUSULKAN kepada DPR.
Kedua, untuk memperkuat argumen di atas, saya sajikan bukti-bukti sebagai berikut.
Kementerian Agama RI sebagai pihak yang diberikan wewenang untuk mengusulkan atas nama Pemerintah (pembantu Presiden) pertama kali mengusulkan besaran BPIH adalah sebesar USD 3.195 setara dengan Rp.39.942.375. Ini buktinya:
Dari capture dokumen itu terlihat bahwa dari nilai dollarnya memang terdapat penurunan tapi sangat kecil yaitu hanya 24 dollar; sedangkan jika dilihat dari nilai rupiahnya meningkat tajam yaitu sebesar 39 juta lebih, mendekati angka 40 juta atau ada peningkatan sebesar 6 juta lebih.
Bandingkan dengan dokumen final dari pembahasan BPIH yang sudah dilakukan pembahasan secara sangat alot oleh Komisi VIII DPR RI bersama Kementerian Agama RI dengan banyak komponen yang dirasionalisasi berikut ini:
Dari dokumen di atas, besaran BPIH adalah USD 2.717 atau Rp.33.962.500, ada penurunan signifikan 502 dollar. Ini semua karena dilakukan banyak rasionalisasi dengan rapat-rapat marathon yang sangat melelahkan.
Ketiga, Pak Gunawan memelintir pernyataan Jokowi. Lihat pernyataan Jokowi yang dikutip juga oleh Pak Gunawan dari pemberitaan Kompas berikut ini:
“Kita telah berhasil dan besaran biaya penyelenggaraan haji 2015 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun lalu,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Presiden menggunakan kata “KITA“. Presiden tidak menggunakan kata “SAYA”. Artinya, Presiden juga menyadari bahwa tentang BPIH pemerintah harus melibatkan pihak lain dalam pembahasan dan persetujuannya, dalam hal ini DPR. Dengan demikian, judul tulisan pak Gunawan “PRESIDEN JOKOWI TURUNKAN ONGKOS NAIK HAJI” adalah sudah keluar dari konteks apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sendiri. Ini untuk menunjukkan bahwa jangan sampai karena cinta buta semuanya menjadi terlena.
Itu argumentasi dari sanggahan saya bahwa statemen Pak Gunawan bahwa BPIH diturunkan oleh Jokowi adalah mengada-ada.
Keempat, tentang dinamika rapat BPIH di DPR saya sudah menuliskannya di Link Ini. Dalam tulisan itu saya membuka apa yang terjadi dalam rapat-rapat di DPR dan siapa saja yang vokal dalam rapat itu. Selain dari sosok Romo Syafii, sesungguhnya anggota Komisi VIII DPR RI sangat solid, tidak ada kubu KMP atau KIH, semuanya satu suara, yaitu bagaimana menurunkan BPIH dan meningkatkan pelayanan terhadap jemaah haji kita.
Peran sosok lain yang sangat dominan adalah juga dari Ketua Komisi VIII DPR RI, yaitu Saleh Partaonan Daulay. Ia mengawal betul dari awal pembahasan hingga akhir. Bahkan ia sangat vokal menyisir berbagai komponen biaya haji yang dinilai tidak rasional. Posisi duduknya pun unik. Sebagai Ketua Komisi VIII DPR, Saleh Daulay di setiap pembahasan BPIH ia duduk di jajaran kursi anggota bukan di jajaran depan kursi pimpinan. Ia paling rajin interupsi kepada pimpinan Panja BPIH, beradu argumentasi, terkait banyak komponen biaya haji yang sedang dibahas.
Selain itu, ketika Kementerian Agama RI kesulitan dalam menurunkan biaya karena alasan pihak Maskapai Penerbangan tidak mau lagi menurunkan penawarannya, maka Saleh Daulay mengusulkan untuk dilakukan rapat tiga pihak: yaitu antara DPR, Kemenag RI, dan Pihak Maskapai Penerbangan dalam hal ini PT Garuda Indonesia.
Setelah rapat dengan Garuda Indonesia yang dilakukan tanggal 20 April, besoknya mereka mau menurunkan biaya penerbangan dengan memberikan penurunan sebesar 25 dollar untuk setiap jemaah.
Kelima, pada tanggal 25 Mei 2015, pemerintah melalui Kementerian Agama RI dalam rapat dengan Komisi VIII DPR RI, mengajukan keberatan. Menurut mereka ada kesalahan perhitungan dalam dokumen BPIH yang sudah ditandatangani sebesar 26 miliar lebih. Setelah diminta dicek kembali oleh Komisi VIII DPR dengan dijelaskan bahwa ada formula-formula tersembunyi dalam file softcopy yang diberikan oleh Kementerian Agama RI akhirnya mereka menarik kembali pernyataan tersebut dan setuju bahwa komponen biaya haji adalah tetap.
Ini merupakan insiden memalukan, mereka yang protes dan akhirnya mereka sendiri yang menyadari bahwa mereka keliru. Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa pemerintah sangat gegabah dalam mengurus dokumen atau hal-hal penting terkait permasalahan haji. Lagi-lagi, apakah ini bisa dikatakan prestasi bagi pemerintahan Jokowi? Bukan, silahkan dinilai sendiri.
Dari berbagai poin di atas, dapat terlihat bahwa judul dan konten tulisan Pak Gunawan, mohon maaf, adalah tidak benar. Bukan juga saya bermaksud menjatuhkan, tetapi hanya berusaha meluruskan.
Saya sedikitnya agak mengetahui seluk-beluk tentang pembahasan BPIH ini, karena saya ada di situ di setiap rapat tentang BPIH dan terakhir hingga menjelang Subuh. Dokumen-dokumen rapat tentang BPIH, foto-foto, dan catatan-catatan rapat semuanya saya punya. Ini semua memang harus dibanggakan karena menyangkut kepentingan luas masyarakat Indonesia, tapi bukan membanggakan pihak yang tidak tepat, apalagi membuat propaganda yang isinya mengada-ada.**[harjasaputra]