Melihat tayangan pemberitaan di media televisi dan membaca kronologi pertemuan Maharani (mahasiswi sebuah PTS di Jakarta) dengan Ahmad Fathonah (tersangka kasus suap impor daging yang ditangkap KPK di hotel Le Meridien) dari keterangan Maharani melalui konferensi persnya telah mengikis simpati saya pada Maharani.
Dalam konferensi pers itu, menurut pengakuan Maharani, ia bertemu hanya di sebuah kafe di lobi hotel Le Meridien bukan di kamar. Tujuan pertemuan hanya perkenalan biasa, setelah sebelumnya Ahmad Fathonah memberikan nomor HP melalui waitres kafe di bilangan Senayan. Adapun uang 10 juta yang diberikan Ahmad, Rani membantahnya sebagai imbalan jasa seks. Menurutnya 10 juta diberikan karena ia mau diajak kenalan. Hanya kenalan yang juga hanya 1 jam, dan hanya untuk mau diajak makan malam. Pokoknya banyak hanya-nya. Tidak lebih dari itu.
Maharani memang punya hak untuk memberikan keterangan versi dirinya untuk menepis pemberitaan media massa yang bertubi-tubi tentang kasus besar yang kebetulan ia berada di situ pada saat penangkapan.
Maharani jelas tidak bersalah dalam kasus itu. Terbukti ia dilepaskan oleh KPK. Pemberitaan media massa yang menyoroti Rani pun memang terlalu mengada-ada. Sudah jelas tak bersalah kenapa terus disangkutpautkan.
Karena simpati pada Rani, yang jelas tidak bersalah dalam kasus suap ini, saya pernah membuat status di FB dan di twitter yang bunyinya: “Maharani Suciono dicari-cari oleh para netters, wartawan, dan juga banyak lagi yg memburu dia. Kasiaan..kasian..#SaveMaharani”
Status itu dibuat enam hari yang lalu di saat pemberitaan media sedang kencang-kencangnya menyoroti Maharani. Tapi, kini di saat Maharani sendiri muncul di publik dengan mengenakan kerudung oranye dalam sebuah konferensi pers perlahan-lahan mengikis simpati itu. Saya pikir bukan hanya saya tapi juga yang lain.
Sekali lagi, ia punya hak untuk memberikan perspektif berbeda dari keterangan versi dirinya. Tapi dengan keterangan yang diberikan seperti disebutkan di atas, justru menjadi blunder. Membuat publik akan terus membully dirinya pada saat mencermati dan menilai keterangan yang ia sampaikan. Karena publik/massa juga punya logika. Massa tidak bodoh, punya ukuran-ukuran standar yang menurut massa logis.
Reasoning atau pembelaan Maharani yang disampaikan melalui pengacaranya sangat uncommon. Misalnya, siapakah orang yang mau memberi uang 10 juta hanya karena mau diajak kenalan dan ngobrol selama 1 jam?
Kemudian ia mengatakan juga, bahwa ia datang pukul 18.30, telat satu jam lebih dari ajakan Ahmad pukul 17.00 dengan alasan sengaja telat karena tak ada niat macam-macam. Lho kok logikanya kebalik. Kalau tak mau berbuat macam-macam harusnya lebih cepat dong, jam 16.00 atau lebih siang lagi. Kalau lebih malam justru blunder lagi. Logikanya ga dapet banget.
Tak hanya itu, kenapa juga Maharani harus didampingi pengacara dan pengacaralah yang membeberkan keterangannya? Apakah Rani tersangkut atau dituduh melanggar hukum? Kan tidak. Hanya berita miring biasa yang lumrah dilakukan. Kalaupun misalnya benar ia menjual jasa seks kan itu urusan pribadi dia, bukan menyangkut masalah hukum. Kecuali dilakukan di tempat-tempat prostitusi ilegal, baru itu pelanggaran. Tempat prostitusi di Jakarta banyak lho yang legal, buktinya aman-aman saja. Sudah punya izin berarti. Atau kecuali ia diperkosa oleh Ahmad baru itu masuk ke ranah hukum. Dengan melibatkan pengacara untuk memberikan keterangan, akan menambah blunder lagi. Kalaupun tujuannya untuk menepis dugaan bahwa dirinya satu paket bersama uang 1 M sebagai gratifikasi seks, ini tak masuk logika. Gratifikasi seks tepatnya jika Maharani ditemukan bersama Luthfi Hasan. Kalau bersama Ahmad Fathonah bukan gratifikasi seks. Ahmad Fathonah emang siapa.
Beda lagi jika preskon dilakukan di rumahnya bersama keluarga dalam suasana yang sederhana, persepsi publik pasti akan berbeda. Dengan latar rumahnya yang dari pemberitaan sangat sederhana justru di situ nilai humanisnya. Ini malah preskonnya di Hotel lagi. Makin blunder lagi. Maharani..oh Maharani..**[harja saputra]