Mengungkap berbagai hal mengenai kebijakan Lockdown atau Karantina Wilayah dalam menanggulangi Virus Corona di Indonesia.
Lockdown adalah suatu protokol darurat untuk mencegah orang, sekelompok orang, atau masyarakat luas, meninggalkan atau masuk dari atau ke suatu area. Protokol Lockdown hanya dapat ditetapkan oleh pihak yang memiliki otoritas.
Dalam konteks keamanan, Lockdown dapat bermakna mengisolasi suatu kawasan. Protokol ini, di luar negeri, sering diterapkan di sekolah atau di fasilitas umum seperti rumah sakit pada saat terjadi hal-hal yang bersifat force majeure.
Misalnya, sekolah atau kampus di Stanford umumnya memiliki protocol Lockdown dengan berbagai tingkatan, dari mulai Controlled Lockdown (Exit Only), Controlled Lockdown (Entry Only), Partial Lockdown, Department Lockdown, dan Total Lockdown.
Lockdown juga dilakukan dengan larangan mengadakan pertemuan yang melibatkan banyak orang, penutupan sekolah, hingga tempat-tempat umum. Dengan begitu, risiko penularan virus corona pada masyarakat di luar wilayah lockdown bisa berkurang.
Dalam kasus Corona, Lockdown memiliki kesamaan makna dengan istilah Karantina Wilayah, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa:
“Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”.
Dalam Pasal 49 Undang-undang tersebut juga disebutkan jenis-jenis karantina, yaitu: Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial dalam Skala Besar.
Adapun Isolasi adalah:
“Pemisahan orang sakit dari orang sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.”
Siapa yang berwenang menetapan Karantina Wilayah? Disebutkan bahwa Pembatasan Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial dalam Skala Besar ditetapkan oleh Menteri.
Pemerintah telah membentuk Gugus Tugas dalam penanganan Virus Corona yang dikomandoi oleh Kepala BNPB. Undang-undang telah mengamanatkan hal yang sangat strategis dalam situasi tertentu, satu tingkat di bawah darurat perang kepada BNPB dan BPBD, yaitu apa yang disebut dengan “Kemudahan Akses”.
Dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa:
“Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai kemudahan akses yang meliputi: pengerahan sumber daya manusia, pengerahan peralatan, pengerahan logistik, imigrasi, cukai, dan karantina, perizinan, pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang, penyelamatan, dan komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.”
Dengan demikian, sesungguhnya dari segi peraturan, semua hal yang dibutuhkan untuk membuat suatu kebijakan sudah tersedia. Namun, kenapa Pemerintah belum menempuh itu?
Ada faktor berat, yang mungkin saja menjadi beban, hingga saat ini belum juga ditempuh kebijakan karantina wilayah. Apa itu? Yaitu adanya amanat dalam Pasal 55 undang-undang itu bahwa selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Itu kuncinya, ini terkait dengan kesiapan masalah anggaran, karena Pemerintah Pusat diberikan tanggung jawab untuk menanggung kebutuhan pokok rakyat dan hewat ternak.
Kasus Lockdown dalam pengertian Karantina Wilayah terjadi di beberapa negara:
China
China menerapkan lockdown sejak Januari 2020. Kebijakan lockdown ini dianggap mampu membuat penyebaran virus corona di China menurun.
Filipina
Presiden Rodrigo Duterte memutuskan me-lockdown Manila selama satu bulan ke depan.
Italia
Italia menerapkan situasi Lockdown di seluruh negeri. Hal-hal yang diberlakukan saat lockdown di Italia adalah menutup sekolah dan perkantoran, pembelajaran dan perkantoran. Bekerja didorong secara remote.
Selain itu, Italia Menghentikan semua kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa dalam jumlah banyak seperti pertandingan olahraga, konser musik, kegiatan keagamaan.
Selama penyebarannya masih belum terkendali, masyarakat juga diminta untuk tak keluar rumah. Jika terpaksa keluar itu harus karena kebutuhan yang sangat penting.
Denmark
Pemerintah Denmark memutuskan untuk mengisolasi negaranya akibat Pandemi Corona. Denmark menjadi negara kedua di Eropa setelah Italia yang melakukan isolasi menyeluruh.
Irlandia
Irlandia melakukan lockdown dengan meliburkan sekolah dan kampus sampai tanggal 29 Maret untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Malaysia
Malaysia sejak 17 Maret 2020 mengumumkan lockdown selama dua pekan.
Amerika Serikat
Amerika mengambil kebijakan lockdown dengan istilah Shut Down di beberapa wilayah. Pada tanggal 17 Maret diumumkan bahwa New York, New Jersey dan Connecticut akan shut down dimulai pada jam 8 malam sampai waktu yang akan diumumkan lagi kemudian.
Uni Eropa
Spanyol dan Prancis berikut negara yang tergabung dalam Uni Eropa juga telah mengumumkan Lockdown wilayahnya selama 30 hari.
Baca Juga: Papua Berani Berlakukan Lockdown Sendiri
WHO telah mempublikasikan Strategi Kesiapan dan Rencana Respon dalam menanggulangi Pandemik Virus Corona yang disebut dalam sebuah kajian “2019 Novel Coronavirus (2019‑nCoV): Strategic Preparedness And Response Plan”.
Pada bagian Travel and Trade, WHO mengungkapkan bahwa:
“Evidence has shown that restricting the movement of people and goods during public health emergencies may be ineffective, and may interrupt vital aid and technical support, disrupt businesses, and have a negative impact on the economies of affected countries and their trading partners.
However, in certain specific circumstances, such as uncertainty about the severity of a disease and its transmissibility, measures that restrict the movement of people may prove temporarily useful at the beginning of an outbreak to allow time to implement preparedness activities, and to limit the international spread of potentially highly infectious cases.
In such situations, countries should perform risk and cost-benefit analyses before implementing such restrictions, to assess whether the benefits outweigh the drawbacks. WHO has published and will regularly update advice for international travel and trade, which includes advice for international travelers, as well as measures for international travel such as entry or exit screening.”
Dari paparan di atas, WHO mengingkatkan mengenai adanya dampak Lockdown bagi terhentinya kebutuhan dasar publik, kelangsungan bisnis, dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan negara lain sebagai mitra bisnis.
Namun, untuk kondisi tertentu seperti situasi untuk mencegah penyebaran virus Corona dapat berguna agar penyebaran virus tidak menyebar secara lebih luas dan sebagai langkah untuk mempersiapkan kesiapsiagaan.
WHO menyarankan kepada negara-negara agar sebelum menerapkan Lockdown telah menganalisis terlebih dahulu dampak dan manfaatnya (cost-benefit analyses) bagi negara yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut dan dari pengalaman negara-negara lain, maka Lockdown di Indonesia dapat dilakukan jika:
1. Pemerintah telah melakukan analisa secara mendalam mengenai cost-benefit dilakukannya Lockdown.
2. Pemerintah telah mempersiapkan berbagai sarana dan prasarana seperti supply kebutuhan pokok, kesiapan jumlah dan kualitas sarana rumah sakit, dan SDM.
3. Jumlah kasus di suatu kota telah terjadi secara massif seperti di Italia dan China.
Italia memberlakukan Lockdown pada saat jumlah korban terinfeksi sebanyak 9.172 orang dan korban meninggal dunia sebanyak 463 orang.
China memberlakukan Lockdown di Wuhan Provinsi Hubei pada tanggal 23 Januari 2020 pada saat jumlah korban terinfeksi Corona sebanyak 500 orang dan jumlah meninggal 18 orang.
4. Ditetapkan batas waktu dilakukannya Lockdown.
5. Diinformasikan secara massif dan merata kepada masyarakat mengenai berbagai kesiapan dan hal-hal yang harus dilakukan atau tidak harus dilakukan oleh masyarakat selama Lockdown.
Baca juga: Corona dan Kita
Pemberlakuan Lockdown atau Karantina Wilayah akan memiliki efek positif, di antaranya:
– Mencegah semakin meluasnya penyebaran virus akibat kontak sosial.
– Selama lockdown, Pemerintah lebih mudah dalam menyiapkan langkah selanjutnya untuk kesiapsiagaan penanggulangan wabah.
– Lockdown merupakan langkah pencegahan, di mana mencegah lebih baik daripada mengobati.
– Sebagai wujud upaya Pemerintah dalam melindungi segenap warga negara.
Kebijakan Lockdown juga tentunya memiliki efek negatif atau resiko, di antaranya:
– Terhentinya atau menurunnya aktivitas pelayanan publik dari instansi Pemerintah terhadap masyarakat, baik dari aspek transportasi, perbankan, keimigrasian, kesehatan, pendidikan, pengurusan dokumen, dan sebagainya.
– Menurunnya aktivitas bisnis akibat masyarakat mengisolasi diri di rumah-rumah. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan turun drastis.
– Perekonomian menjadi lesu, defisit keuangan negara akan lebih lebar akibat tidak tercapainya angka pertumbuhan ekonomi.
– Pemerintah harus menanggung dalam penyediaan anggaran untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat selama masa lockdown.
– Jika Lockdown dilakukan dalam jangka waktu yang lama, tidak menutup kemungkinan akan terjadi rush. Konsumen perbankan akan beramai-ramai menarik uang dari Bank untuk memenuhi kebutuhan hidup selama Lockdown, mengingat aktivitas ekonomi terhenti. Masyarakat menggunakan tabungan untuk survive.
– Terhentinya kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Tidak banyak sekolah yang siap dengan sistem belajar jarak jauh.
– Akan terganggunya kegiatan distribusi kebutuhan bahan pokok, karena pekerja dihantui ketakutan akan terinfeksi virus.
Jonathan M. Read, Jessica R.E. Bridgen, et.al, “Novel coronavirus 2019-nCoV: early estimation of epidemiological parameters and epidemic predictions”¸ pada 4 Februari 2020 melakukan penelitian.
Hasilnya adalah bahwa selama Lockdown di Wuhan China, 99% travel ke dan dari Wuhan menurun tajam. Kebijakan itu, meskipun tidak mampu menahan laju penyebaran virus ke negara lain, tetapi mampu menahan laju penyebaran virus sebanyak 24.9%.
Angkanya memang tidak signifikan tetapi ini merupakan salah satu langkah untuk membuat kurva masyarakat yang terkena virus Corona tidak semakin meninggi.
Deputi V BIN Afini Boer mengungkap permodelan yang dibuat pemerintah terkait penyebaran virus Corona. Puncak penyebaran infeksi virus tersebut diprediksi terjadi 60-80 hari sejak pertama kali diumumkan atau pada April-Mei saat memasuki bulan Ramadhan.
BIN juga mencontohkan permodelan yang ada di China dan Inggris. Untuk kasus di Indonesia, permodelan dibuat sesuai data-data terkait Corona yang sudah ada.
Berdasarkan informasi dari kajian BIN tersebut, Lockdown di beberapa kota besar di Indonesia dapat terjadi pada saat puncak epidemic, yaitu pada bulan April-Mei, yaitu di bulan Puasa atau Lebaran.
Hal ini akan menimbulkan masalah. Umat Islam pada bulan tersebut, selain melakukan ibadah puasa juga melakukan budaya mudik, di mana interaksi sosial dan mobilisasi massa pada bulan puasa, lebaran, dan mudik tersebut sangat tinggi.
Jika Analisa BIN akurat, maka wabah Corona di Indonesia akan sama dengan di China, di mana di China penyebaran yang sangat cepat dipengaruhi juga karena faktor budaya, yaitu perayaan imlek.
Penduduk China mayoritas pulang ke kampung halaman untuk merayakan imlek. Interaksi sosial yang tinggi akan meningkatkan penyebaran virus yang tinggi pula.
Ini akan menjadi pilihan yang sulit. Jika tidak ditempuh kebijakan Lockdown, maka akan lebih banyak penduduk Indonesia yang terpapar virus Corona. Adapun jika ditempuh kebijakan Lockdown, maka akan banyak umat Islam yang tidak dapat melaksanakan ritual Puasa, Lebaran, dan budaya Mudik seperti biasanya.
Informasi mengenai puncak wabah virus Corona di Indonesia menjadi sangat penting, sehingga harus dilakukan secara terukur dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, serta dapat menggambarkan realitas secara akurat.
Informasi dari BIN di atas berdampak pada penyelenggaraan ibadah haji. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah bulan Juni, sehingga jika puncak Corona pada bulan Mei, apakah akan ada Lockdown di bulan tersebut? Dengan adanya Lockdown, maka otomatis tidak akan ada lalu lintas mobilisasi massa ke luar negeri secara besar-besaran atau karena masyarakat masih banyak yang terpapar virus.**