Pandji Pragiwaksono kini ramai diberitakan akibat perkataannya, yang menurutnya “Candaan”, yaitu ketika ia mengungkapkan candaan kontroversial di forum publik, pada acara launching buku “Hikayat Pohon Ganja ” di Gramedia Matraman Jakarta (7/12/2011). Ia menyebutkan “Jangankan saya, Obama saja mengaku pernah nyimeng. Bahkan saya yakin, SBY itu pasti juga pernah nyimeng”. Meskipun konteksnya mungkin tidak sengaja alias keseleo lidah, tetapi kata-katanya dengan menggunakan kata “yakin” berarti sudah mengarah ke tuduhan. Beda lagi cerita kalau ia sebut “mungkin”. Bukan itu saja, hal ini karena obyek pembicaraannya adalah kepala negara sebagai simbol negara. Tetapi, bukan pada kepala negaranya sebenarnya tetapi karena predikat kata kerjanya, yaitu ketika kata “yakin” dan “nyimeng” bersatu.
Humor itu sendiri terdiri dari 7 jenis: (1) Pun (kata-kata jenaka), (2) An Understatement (pengungkapan kalimat yang bukan sebenarnya, plesetan), (3) A joke (gurauan), (4) Ludicrous (adegan menggelikan), (5) Satire (sindiran), (6) Irony (bertentangan dengan realitas), (7) Humorous intent (melawak) (Sumber: Cline dan Kellaris, Journal of Advertising, 2007:56).
Jika dilihat dari jenis humor di atas Pandji mengatakan bahwa ungkapannya adalah dalam konteks “canda” atau joke. Untuk humor yang disematkan kepada kepala negara itu sendiri masih berada pada tahap “boleh”, contohnya adalah kartun-kartun atau animasi presiden di koran atau majalah. Tetapi ketika “nyimeng” sebagai sebuah kejahatan disandingkan dengan presiden, ini yang fatal. Ditambah lagi kata “yakin”, lengkaplah sudah. Untungnya, pihak yang dicandai tidak terlalu menanggapi serius. Julian Pasha sebagai juru bicara presiden hanya mengatakannya sebagai “halusinasi”.
Humor Pandji dinilai oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang sudah keluar dari jalur humor. Karena humor itu sendiri punya batasan-batasan. Memang, batasan berlebihan atau tidaknya suatu humor tidak ada yang pasti. Dalam kamus tentang joke-etiquette disebutkan bahwa “joke-etiquette patokannya adalah audiens. Jika pendengar menilai lucu dengan candaannya maka itu tidak keluar dari jalur. Karena lucu itu sendiri adalah universal. Yaitu pada aspek “mengundang tawa atau emosi yang bersifat menghibur”. Sama dengan adegan tragis yang dapat mengundang tangis. Dengannya, ada penilaian tertentu terhadap kata-kata yang disampaikan. Akan tetapi jika pendengar tidak spontan tertawa, butuh waktu lama untuk memahami ucapannya, maka itu bukan lagi humor. Karena ciri utama humor adalah pada efek spontanitasnya terhadap pendengar.
Canda yang berlebihan bahkan sempat berakhir pada percekcokan hingga pembunuhan. Beberapa bulan lalu sempat ada berita seorang pemuda di Pontianak tewas ditikam teman nongkrongnya sendiri dengan pisau kater. Pembunuhan yang dilakukan bermula ketika keduanya bercanda, namun kelewat batas hingga menimbulkan pertengkaran karena emosi. Akibat bercanda, yang satu berakhir pada kematian dan satunya harus mendekam di penjara 15 tahun. Tragis!
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai, atau istilahnya “jagalah jarak aman” terhadap beberapa hal di bawah ini ketika sedang dalam forum/situasi canda:
1. Hindari ikon-ikon SARA
Dalam bercanda hindari hal-hal yang berbau SARA. SARA yaitu Suku, Agama, Ras dan Asusila. Nah, Panji terjebak pada komentar yang berbau “Asusila”. Asusila berarti kejahatan yang bertentangan dengan moral atau norma yang berlaku di masyarakat. Zina itu asusila, narkoba juga asusila. Apalagi jika sudah menyangkut komentar miring terhadap agama. Jangan sekali-sekali menyinggung itu, bisa berakibat kobaran api bahkan peperangan.
2. Hindari ikon-ikon Simbol Negara
Dulu pernah ada kasus perang dingin di dunia maya antara peretas Malaysia dan Indonesia. Pemicunya adalah mempermainkan simbol suatu negara, dalam hal ini bendera. Presiden juga adalah simbol negara. Lambang negara lain harus dihormati.
3. Hindari kata-kata “Yakin”, “Pasti”, dan Sumpah
Tidak ada orang yang punya keyakinan 100%, selalu ada error dalam setiap proposisi kita. Maka, kata-kata “yakin” apalagi sumpah harus dijauhi. Karena kita tidak memiliki kebenaran mutlak.
4. Canda Tidak Boleh Menyerempet ke Aspek Fisik
Fisik manusia tidak ada yang sempurna. Hal ini karena cantik/cakap itu relatif dan jelek itu absolut. Maka, lebih baik fokus pada yang relatif ketimbang pada yang absolut, sebutkan kecantikan/kelebihan orang lain tapi jangan pernah bilang “jelek” pada aspek fisik. Bisa ditimpuk bata sama orang lain. Karena itu absolut, artinya setiap orang pasti tersinggung.
5. Dalam Bercanda Hindari Kata-kata Kotor
Manusia tidak boleh disamakan dengan binatang. Karena berbeda. Canda dengan menyematkan seseorang pada binatang akan memicu pertikaian. Mending kalau binatangnya masih dalam kategori “binatang lucu” seperti kucing, kura-kura, kelinci, dan sebagainya. Nah kalau binatang yang disebut adalah binatang seperti–maaf–”anjing” dan binatang tertentu yang ada sentimen dogma, maka akan disangka hardikan atau hinaan luar biasa.
6. Canda Bukan Candu
Jangan kecanduan bercanda. Karena hidup bukan hanya untuk bercanda. Maksudnya, ketika orang sedang berbicara serius jangan sekali-kali seenaknya bercanda, karena bisa diartikan melecehkan. Orang sekelas pelawak-pelawak senior pun tidak setiap saat bercanda. Di rumahnya bahkan para pelawak itu adalah sosok yang serius. Karena tidak mungkin juga setiap hari tertawa.
Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang dinilai bencana, tetapi sesungguhnya ada pelajaran yang dapat dipetik. Demikian, semoga bermanfaat.**[harja saputra]