Categories: Komunikasi

Blogger Kompasiana Ini Membantuku Menjadi News Maker

Ilustrasi: andronico.wordpress.com

Sudah tiga kali rilis yang penulis kirim dimuat di media cetak Lampung Post, media ternama di wilayah Lampung. Pertama tanggal 13 Oktober 2011, kedua tanggal 15 Oktober, dan ketiga kemarin (05 November 2011). Ketiganya memuat tentang statement penulis mengenai kasus pencurian pulsa (akhirnya saya menemukan personal branding saya ternyata di bidang ini meskipun tak direncanakan). Tentunya, jika muncul di edisi cetak juga pasti termuat di edisi online lampungpost.com
Berita di Lampung post sebagai media daerah ternama melengkapi deretan daftar media-media cetak lain yang memuat statement penulis. Selain di Lampung Post, ada banyak media cetak lain yang memberitakan baik media cetak nasional maupun daerah; seperti Media Indonesia, Republika, Tabloid Nova (Gramedia Group), Solo Post, Malang Post, Kaltim Post, dan banyak lagi.

Kenapa penulis menyoroti Lampung Post? Pertama karena 3 kali memuat, kedua karena ada aktor yang membantu tulisan itu termuat. Siapa dia? Kompasianer yang satu ini. Ya, mas Adian Saputra. Tunggu dulu, meskipun belakangnya sama-sama Saputra bukan berarti kami adik-kakak atau punya hubungan kedekatan keluarga. Mungkin saja punya hubungan keluarga jauh: dari Nabi Adam. Sejak saya di Kompasiana, di berbagai komentar, selalu terungkap di antara kami bahwa sesama Saputra harus saling mendukung. Namun bukan berarti di luar sesama Saputra tidak mendukung.

Tentu bukan karena semata pertemanan di Kompasiana atau nama belakangnya sama-sama Saputra yang menyebabkan tulisan atau rilis penulis dimuat di Lampungpost dan banyak media cetak lain. Yang paling penting dari itu semua adalah–menurut pribadi ini juga–”Isu dan Isi“-nya. Kedua hal tersebut merupakan faktor penting untuk menjadi news maker.

Pertama, Isu yang ditulis harus menyangkut kepentingan orang banyak. Ketika menyangkut kepentingan orang banyak jangan lupa hal penting lain ini: “lepaskan identitas Anda, terutama yang bekerja di lembaga pemerintahan atau lembaga negara!” Kenapa demikian, percaya deh, kalau menyuarakan kepentingan orang banyak dan Anda masih menggunakan label bekerja di kantor pemerintahan atau kantor lembaga negara besar kemungkinan TIDAK AKAN DIDENGAR.

Perlu kenekatan dan ide gila dalam mengolah isu. Propaganda, seperti diungkapkan oleh Aristoteles, kata kuncinya adalah dalam “mengolah isu”. Tunjukkan angka-angka yang bombastis. Misalnya, “70 juta pengguna akan ikut mematikan HP”. Ini bagian dari propaganda, bagian inti dari mengolah isu. Apakah saya yakin dengan angka itu? Tidak sepenuhnya yakin. Meskipun saya punya hitung-hitungan matematis dan statistika terkait angka itu, tetapi yang paling pentingnya adalah propagandanya. Ini akan menimbulkan efek massal yang lebih besar. Dukungan dari banyak orang dalam gerakan pengerahan massa is a must.

Di mana letak ide gilanya? Jelas gila, bayangkan saja 70 juta pengguna HP rela mematikan ponselnya hanya digerakkan oleh 1 orang. Partai politik manapun tidak akan ada yang mampu menandingi angka itu. Hal ini juga terungkap dalam wawancara dengan Ronald dan Bram di JakFM, ia berkelekar, “Anda ini sudah punya massa 70 juta orang, pasti akan diburu oleh banyak partai politik..jadi tak sabar ingin mencontreng Saputra nih”. Apakah betul ada 70 juta pengguna? Saya punya data meskipun tidak resmi tetapi dijamin valid jumlah yang mematikan bahkan lebih dari angka tersebut, tetapi yang terpenting bukan itu. Sekali lagi, bagi Anda yang ingin menjadi news maker, propagandakanlah isu!

Kedua, Isi. Isi yang dimaksud adalah, menjadi news maker argumentasi dari tulisan dan ucapan harus ada isinya. Jangan asal nulis atau bicara. Basic logika harus dikuasai. Kenapa begini dan kenapa begitu harus bisa disiapkan jawabannya (meskipun di saat penulis wawancara live di TV-One istri bilang ada pertanyaan yang dijawab tidak nyambung, maklumlah tampil di TV perdana jadi pikiran dengan ucapan tak seirama..hehehe).

Isi tulisan, karena awalnya gerakan itu dari tulisan di Kompasiana dan blog pribadi, harus dikemas sedemikian rupa. Tidak harus panjang. Tulisan awal tentang gerakan matikan HP bahkan sangat pendek hanya 3 paragraf. Bahkan Hanya Lewat waktu itu. Karena sangat singkat. Tetapi itu yang menyebar ke mana-mana. Akhirnya merilis lagi tulisan yang agak panjang menjelaskan poin-poin penting yang termuat pada tulisan awal. Itulah beberapa hal yang menurut penulis bisa menjadi tips (tips katanya tidak boleh panjang-panjang. Atau memang sudah kepanjangan tulisannya? Anggaplah bukan tips apa kek namanya…).

Kembali ke topik tentang bantuan Kompasianer Mas Adian Saputra, ini juga membuktikan bahwa aktivitas ngeblog di Kompasiana ini kita bisa kenal dengan banyak pihak, banyak orang, yang bisa membantu dalam banyak hal. Contoh lain adalah kepedulian pada sesama terkait gerakan koin untuk penderita infeksi tulang juga dibantu banyak orang di Kompasiana. Ketika ingin menjadi penulis, di Kompasiana banyak penulis hebat. Ngeblog jangan diremehkan hanya menulis saja. Kalau demikian, apa bedanya dengan anak SD? Anak SD pun bisa menulis. Ngeblog bisa menjadi news maker. Di Kompasiana juga banyak orang yang bekerja di media-media mainstream yang bisa membantu tujuan itu. So, share and connect!**[harja saputra]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share