Dalam berkomunikasi, setiap orang tidak bisa terlepas dari penggunaan tanda-tanda (signs). Tanda-tanda dalam berkomunikasi bahkan memunculkan ilmu baru, yaitu ilmu semiotika, sebagai suatu ilmu yang berfungsi untuk menganalisis tanda-tanda dari proses komunikasi. Karena tanda tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan budaya.
Tanda-tanda dalam komunikasi manusia terdiri dari: verbal dan non-verbal. Seringkali keduanya saling melengkapi satu sama lain. Verbal dikuatkan oleh non-verbal maupun sebaliknya. Misalnya ketika kita menyebutkan kata-kata bola maka akan diikuti dengan gerakan tangan membentuk lingkaran seperti bola. Ini untuk memudahkan pemahaman orang lain.
Komunikasi verbal terkadang menipu jika kita tidak melihat tanda-tanda dari non-verbal. Ungkapan verbal yang sering mengalami penyimpangan makna di antaranya adalah ungkapan “Kejujuran“.
Ketika orang berkata, “Jujur, saya tidak bohong kok”. Besar kemungkinan justru pada kenyataannya mengandung unsur kebohongan. Karena kejujuran tidak bisa diungkapkan. Ketika seseorang mengatakan bahwa dirinya sedang berkata jujur sesungguhnya ia sedang berbohong. Ini sering ditemui pada komunikasi persuasif.
Contohnya komunikasi yang dilakukan oleh sales untuk meyakinkan calon konsumen (tidak bermaksud melakukan generalisasi bahwa sales semuanya seperti itu).
Kejujuran yang tumpang tindih dengan kebohongan juga dapat ditemui dalam konten berita. Dosen saya dulu mengajarkan bagaimana cara menganalisis berita secara singkat.
Kata beliau, “gunakan saja logika cermin”. Kalau tokoh yang berbicara dalam sebuah berita mengatakan “tidak, saya tidak pernah pergi ke sana”, berarti yang sebenarnya adalah “iya, saya pernah pergi ke sana”. Jalan pintas ini seringkali jitu dalam menilai berita, tetapi bukan satu-satunya cara.
Ungkapan hiperbolik yang dilakukan oleh seorang pria pada saat merayu wanita bisa dipastikan tidak mengandung kebenaran, besar kemungkinan bohong.
“Sayang, kamu pokoknya segalanya bagiku..aku tak bisa hidup tanpa kamu..andaikan cinta itu air maka kamu adalah air tejun bagiku, dan jika cinta itu berbentuk person maka kamu adalah cintaku”. Semua ungkapan itu besar kemungkinan bohong. Bisa dibuktikan, enam bulan kemudian di saat sudah jadian, ada yang lebih bening lagi eh berpaling lagi.
Kata-kata pepatah yang bermuatan motivatif yang sekarang banyak beredar melalui aplikasi-aplikasi HP yang dikutip dari banyak kata-kata tokoh dunia kelihatannya indah, kelihatannya gampang, tetapi jangan terlena.
Itu semua interval kevalidannya dengan dunia nyata hanya pada interval 1 sampai 3 (dari batas interval 10). Karena pepatah itu bersifat idealis sedangkan dunia realita tidak selalu ideal. Kebanyakannya justru jauh dari yang ideal.
Kata-kata verbal dalam kehidupan manusia jangan dipandang sebagai sebuah kebenaran, tetapi jadikan sebagai pengantar atau hipotesis. Realitas yang sesungguhnya tidak bisa diwakili oleh verbal, justru banyaknya ditunjukkan oleh non-verbal.
Ketika orang ditawari makan dan ia bilang sudah kenyang, sementara matanya sayu atau keringatan berarti ia sebetulnya lagi lapar.
Kata-kata non-verbal disadari sebagai yang mampu mencerminkan realitas juga diterapkan sangat apik dalam film-film Hollywood. Ketika ingin mengungkapkan rasa sakit karena dipukul maka digambarkan dengan adegan adu pukul yang terlihat nyata dan sempurna meskipun sebetulnya tidak nyata.
Berbeda dengan film-film yang bermazhab pada verbalisme, ketika ingin mengungkapkan sakit karena dipukul, ia akan membuat suatu dialog yang menggambarkan adu pukul. Ini adalah perbedaan cara pandang dari verbal vs non-verbal, sehingga memunculkan dua output yang berbeda.
Dalam kehidupan nyata, Anda bisa menilai dengan mudah karakter seseorang dari verbal dan non-verbal ini. Ketika orang banyak bicara sampai nyerocos, meyakinkan pada kita bahwa dirinya ini dirinya itu, bisa ini bisa itu, dipastikan bahwa ia sebetulnya tidak sesuai dengan apa yang dikatakannya. Ia sedang berbohong.
Tong kosong nyaring bunyinya. Benarlah apa kata orang tua zaman dahulu, semakin berisi maka semakin menunduk, tidak banyak ngomong macam-macam tetapi ditunjukkan dengan perbuatan. Tetapi jangan sampai juga tidak pernah ngomong, karena bagaimana orang bisa menilai bahwa kita orang pintar jika tidak pernah ngomong. Artinya, berbicaralah secara proporsional.**[harja saputra]