Categories: IPTEK

Pencurian Pulsa: Para Content Provider Bermasalah Tidak Mengaku Bersalah

Rapat Panja Pencurian Pulsa (12/1/2012) (hs)

“Tidak ada maling yang mau mengaku”, mungkin ungkapan itu cocok untuk menggambarkan sikap para Content Provider (CP) yang tetap bersikukuh pada pendiriannya, bahwa mereka adalah perusahaan jujur, sesuai prosedur, dan tidak mengetahui masalah yang diadukan konsumen.

Pendirian para CP di atas terungkap jelas pada rapat Panja Pencurian Pulsa di ruang rapat Komisi I DPR-RI, hari ini (Kamis, 12/01/2012). Rapat Panja Pencurian Pulsa kali ini agak berbeda dengan rapat-rapat sebelumnya. Karena hari ini dilakukan konfrontasi semua pihak, yaitu dari pihak Operator (diwakili oleh Telkomsel dan XL), BRTI (selaku regulator), kepolisian (diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi), dan 10 CP yang sudah ditetapkan bermasalah oleh BRTI. Rapat dibagi dua sesi, sesi pertama untuk 4 CP dan sisanya pada sesi kedua. Seharian penuh dari pagi sampai sore, Panja Pencurian Pulsa melakukan konfrontasi untuk menggali informasi yang dibutuhkan.

Suasana rapat terlihat sangat tegang, tak jarang diwarnai ungkapan kesal dari para anggota Panja Pencurian Pulsa. Ini mungkin sebagai trik menggali informasi tersembunyi dari para CP.

Ada fenomena aneh yang nampak pada rapat tersebut. Seorang direktur salah satu CP (PT. Kreatif Bersama) tidak mengetahui istilah silent charging dan smart charging dalam bisnis konten. Ketika menjawab pun selalu menoleh ke belakang menanyakan pada manajernya. Jawabannya kaku dan kadang blunder. Hal ini kontan membuat kesal para anggota dewan. Langsung diperintahkan berganti posisi duduk, manajer yang di depan dan direktur bergeser ke belakang, daripada terus menoleh ke belakang dan direktur tidak menguasai permasalahan.

Hadir juga PT Extend Media yang pernah melakukan somasi kepada anggota BRTI terkait komentarnya di salah satu media online bahwa Extend Media adalah CP yang paling bermasalah dan paling banyak dikeluhkan oleh konsumen. Pihak Extend Media tidak terima dan melakukan somasi.

Meskipun dicecar dengan berbagai pertanyaan dan penyataan keras dari anggota Panja, para CP (termasuk Exten Media) tetap teguh pada pendiriannya bahwa mereka tidak merasa bersalah. Bahkan Extend Media membuat pernyataan kontroversial: berita-berita dan informasi yang sampai pada panja yang notabene menyudutkan mereka dilakukan oleh “para pemain” dari kalangan CP sendiri. Alasannya adalah persaingan bisnis. Di sini terlihat, seolah-olah Extend Media mencari kambing hitam atau ingin berlepas diri dari apa yang dituduhkan.

Tergali juga informasi dari 10 CP yang hadir dan ditetapkan bermasalah, ada kedekatan antara Extend Media dengan Era Cahaya Berlian, yaitu dimiliki oleh pemilik yang sama. 1 Orang memiliki 3 CP.

Ada kejanggalan juga bahwa Extend Media berdiri pada tahun 2004 tetapi baru mendapat izin dari BRTI pada Oktober 2011 (sementara konten-konten yang dikirim ke konsumen sudah berlangsung sebelum mendapatkan izin).

Contoh konten dari shortcode 9393 yang bermasalah adalah: “5 KM dari sini ada 5 cowok kesepian dan 15 cewek jomblo. Kirim SMS ke 9393 dan anda dapat berkencan dengan mereka…”. Hal ini, menjebak konsumen, bukan hanya dari aspek penipuan (karena setelah SMS bukan gadis yang didapat, tetapi konten-konten penyedot pulsa berdatangan), tetapi juga aspek asusila”, kata Fayakun, Anggota Panja.

BRTI pun mendapat kritik keras, seakan tutup mata, karena masalah pencurian pulsa dari konten SMS Premium pernah ramai di Singapura tahun 2007 dan di Malaysia tahun 2008. Kenapa BRTI seakan tidak belajar dari negeri tetangga, sehingga seakan membiarkan dan tidak dicegah. Para anggota Panja Pencurian Pulsa bahkan memberikan ultimatum untuk membubarkan BRTI jika tidak bisa mengawasi para CP nakal.

Yang lebih aneh adalah pertanyaan dari anggota Panja, pertanyaannya tidak konstruktif, malah menanyakan: “Apakah para CP merasa merugikan masyarakat atau merasa jujur?” Pertanyaan ini lucu, karena para CP pasti menjawab tidak merasa merugikan masyarakat. Selain itu, jika mengaku tidak jujur dan mengaku bersalah, maka hal ini pengakuan bersalah dan jelas jika sudah ada pengakuan maka tidak perlu lagi pembuktian dari kepolisian, karena pengakuan bersalah sudah bukti kuat. Sehingga jawaban dari CP semua seragam: tidak merasa bersalah. Seharusnya pertanyaannya bukan merasa bersalah atau tidak, tetapi gali informasi yang membawa pada indikasi apakah bersalah atau tidak bersalah, baik dari aspek legalitas maupun prosedurnya. Dan, bukan pada kapasitasnya, anggota DPR melakukan penghakiman (salah atau benar) karena itu wilayah pengadilan atau kejaksaan. Atau mungkin ini pertanyaan jebakan?

Ada lagi, pernyataan yang jika sekilas membela konsumen tetapi sesungguhnya melecehkan konsumen. Seorang Anggota Panja mengatakan, “CP yang mengatakan bahwa mereka tidak merasa bersalah sebetulnya melecehkan panja DPR. Masyarakat mulai tahu terhadap masalah pencurian pulsa”. Ini melecehkan konsumen, karena seakan-akan masyarakat dulunya bodoh dan sekarang sudah berangsur-angsur pintar. Padahal dari dulu konsumen sudah tahu dan sudah melek teknologi. Terbukti masalah pengaduan pencurian pulsa ini sudah lama sejak tahun 2006 dan baru meledak pada tahun 2011. Artinya masyarakat sudah sadar dan pintar sejak lama.**[harja saputra/komunitas konsumen ponsel Indonesia/VoH]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com