Seorang ulama besar di daerah Lombok Timur pernah mengatakan, “Tahukah kalian doa apa yang paling pendek di muka bumi ini?”
Para hadirin menjawab, “Doa sapu jagat (Robbana atina fi dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina adzaban nar, ya Tuhan anugerahkan kebaikan di dunia dan di akherat, serta jauhkan dari siksa api neraka)”.
Tapi sang ulama menjawab, “Doa itu masih panjang, masih terdiri dari 10 kata. Ada yang lebih pendek lagi, yang hanya 2 kata. Ada yang tahu tidak?”
Sepi. Pendengar yang hadir semuanya berpikir, tapi belum mendapat jawaban. Karena setahu mereka tidak ada doa yang hanya 2 kata.
Akhirnya sang ulama berkata, “Baiklah saya akan katakan doa itu. Ingat baik-baik doa ini, karena doa ini tidak ada di kitab manapun, tidak ada di kelas manapun, hanya saya ajarkan di sini.”
“Doa itu adalah Allahuma Turjah, artinya Ya Allah atur sajalah..”
Semua yang hadir tertawa, dikiranya benar-benar doa tapi malah plesetan. Tetapi ulama itu memperingatkan bahwa meskipun plesetan tetapi sesungguhnya itulah inti dari semua doa-doa yang ada. Bahwa semua urusan tidak terlepas dari peran-Nya. Sehingga tidak aneh kalau kata-kata “Allahuma Turjah, Ya Allah atur sajalah”..
Dalam sejarah pemikiran ilmu kalam paham yang menyerahkan semua urusan pada Tuhan dikenal dengan nama aliran jabbariyah sedangkan yang sebaliknya adalah qadariyyah. Tapi sebetulnya paham pertama yang menyerahkan semua urusan pada Tuhan masih berada pada tataran ada peran manusia di dalamnya. Karena masih mengharuskan adanya usaha manusia.
Ada yang lebih daripada itu, yaitu paham wahdatul wujud yang dipopulerkan oleh Ibn Arabi, di Indonesia dipopulerkan oleh Syekh Siti Jenar (terlepas dari kontraversi apakah ia tokoh fiktif atau bukan).
Paham ini dikritik habis-habisan pada zamannya, Siti Jenar dibunuh karena mengatakan “Saya adalah Tuhan”. Padahal itu adalah wacana filosofis dan sufistik. Bahwa semua yang ada tidak bisa lepas dari Tuhan. Atau dengan bahasa filosofisnya, Adanya Tuhan dengan Adanya manusia dan seluruh yang ada di muka bumi ini adalah sama.
Tuhan ada, kita ada, bumi ini ada, maka adanya kita dengan adanya Tuhan adalah sama. Jika tidak sama, maka apa namanya? Apakah ada posisi tengah-tengah selain ada dan tidak ada? Jelas hanya ada dua kemungkinan, ada atau tidak ada.
Dalam tataran “Ada” (existent), adanya Tuhan dan kita adalah sama. Yang membedakan adalah dalam keberadaan (existence). Keberadaan Tuhan sebagai pencipta dan keberadaan manusia sebagai makhluk, dan ini posisinya jauh sekali sejauh langit dan bumi.*[harja saputra]*