Parlemen

DPR Tolak Menteri Agama karena Hormati yang Tidak Puasa dan Masalah Haji

Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI berakhir tidak kondusif (harjasaputra)

“Dikarenakan mayoritas pandangan fraksi-fraksi yang ada di Komisi VIII DPR RI menghendaki untuk tidak melanjutkan rapat dengan Kementerian Agama hingga berbagai hal yang disampaikan oleh para pimpinan dan anggota DPR ditindaklanjuti, maka Rapat Kerja dengan Menteri Agama RI hari ini kami tunda”.

“Tok..tok..tok..”, suara palu diketuk tiga kali menandakan rapat ditutup. Rapat kerja yang semula diagendakan untuk membahas evaluasi realisasi APBN 2015 dan pembicaraan pendahuluan RAPBN 2016 berlangsung tidak kondusif. Berbagai protes keras yang dibarengi dengan nada suara penuh emosi banyak terlontar dari para anggota DPR yang ada di Komisi VIII, Selasa (9/6/2015).

Apa pasal? Ketika rapat hendak dimulai, anggota DPR asal Sumatera Utara dari Gerindra, Romo Syafei, yang dikenal sangat vokal meminta waktu untuk menyampaikan pandangannya. Dengan nada sangat keras ia menyampaikan beberapa hal: 

Pertama, dari berbagai aduan masyarakat, memprotes keras pernyataan Menteri Agama RI terkait “menghormati orang yang tidak berpuasa”. Meminta Menteri Agama RI mengklarifikasi pernyataannya tersebut.

Kedua, memprotes keras pernyataan Menag RI terkait klaim sepihak terkait penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Seperti banyak diberitakan di media massa Menteri Agama baik pada saat melakukan konferensi pers dengan Presiden maupun di banyak kesempatan lain bahwa penurunan biaya haji diklaim sebagai hasil kerja pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI yang berhasil melakukan rasionalisasi terhadap banyak biaya. Hal tersebut, menurutnya, telah melanggar Undang-undang Nomor 13 tahun 2008 yang menyatakan bahwa BPIH ditetapkan oleh presiden setelah mendapat persetujuan dari DPR.

“Jika kalimatnya adalah pemerintah MENETAPKAN penurunan BPIH yang telah dibahas bersama DPR, tidak akan ada masalah karena memang begitu amanat dari Undang-undang. Namun, yang terjadi adalah klaim sepihak bahwa Pemerintah MENURUNKAN biaya haji tanpa disebut sama sekali peran DPR. Padahal rekaman-rekaman, catatan rapat, dan dari berbagai dokumen pemerintah mengajukan biaya haji lebih dari 40 juta, lalu setelah dilakukan penyisiran oleh anggota Panitia Kerja Komisi VIII DPR BPIH turun tajam hingga 6 juta lebih. Itu semua adalah atas permintaan dari komisi VIII DPR. Ini sangat mengecewakan kami”, papar Romo Syafei.

Ketiga, memprotes mekanisme evaluasi dan data realisasi APBN 2015 yang tidak diberikan kepada komisi VIII DPR, padahal sudah diminta dan menjadi kesimpulan rapat dengan berbagai Dirjen yang ada di Kementerian Agama RI.

Atas dasar tersebut, Romo Syafei mewakili seluruh anggota Poksi Gerindra meminta klarifikasi dari Menag RI terkait tiga hal tersebut. Jika tidak dilakukan, akan menarik seluruh anggota dari fraksi Gerindra dari rapat-rapat yang dilakukan bersama Kementerian Agama RI.

Setelah pernyataan berapi-api Romo Syafei tersebut suasana rapat menjadi panas. Mayoritas anggota DPR lain menyampaikan pendapat yang mendukung apa yang disampaikan oleh Romo. Tak ketinggalan pimpinan rapat yaitu Ketua Komisi VIII, Saleh Partaonan Daulay, menyampaikan pandangannya bahwa apa yang disampaikan oleh Romo Syafei dan anggota lain merupakan pandangan yang harus ditindaklanjuti oleh Menteri Agama RI.

Dikarenakan suasana rapat sangat panas, maka Saleh Daulay meminta pandangan dari berbagai fraksi, dan hasilnya mayoritas pandangan fraksi menginginkan agar rapat ditunda hingga ada klarifikasi secara terbuka dari Menteri Agama RI, kecuali fraksi PDIP yang menyebutkan sebaiknya rapat dilanjutkan. 

Fraksi PPP selaku salah satu partai pendukung pemerintah ternyata kali ini menyeberang dan bersama dengan fraksi-fraksi lain kecuali PDIP menyampaikan hal serupa: protes keras dan meminta klarifikasi terbuka Menteri Agama RI.

Sebelum rapat ditutup, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifudin, diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasannya:

Pertama, Menteri Agama RI memohon maaf secara institutional dan pribadi jika dinilai pernyataan-pernyataannya yang diekspos oleh media massa menimbulkan sesuatu yang merasa anggota komisi VIII merasa kecewa dan geram. Menurutnya, tidak ada maksud demikian. 

“Tidak pada tempatnya juga saya menyalahkan media. Sekali lagi tidak ada niat sedikitpun untuk tidak mengikutsertakan peran Komisi VIII DPR RI terkait penurunan BPIH. Saya yakin betul prosesnya sangat terlibat Komisi VIII DPR RI secara intens. Sekali lagi, jika ada slip of tongue saya mohon maaf kepada seluruh anggota Komisi VIII DPR RI”, ungkap Lukman.

Kedua, terkait penyataan masalah menghormati yang tidak puasa, faktanya bermula dari twitter yang disampaikan di akun pribadinya.

“Ketika ada pandangan yang juga dimention kepada saya terkait sebaiknya warung ditutup saja selama bulan puasa. Lalu saya mentwit dan bisa dicek bahwa, “Warung-warung tak perlu dipaksa tutup. Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa”. Kemudian, pernyataan itu mungkin dipelintir disebabkan keterbatasan 140 huruf oleh orang lain. Tiba-tiba twit diubah menjadi: “Kita harus menghormati yang tak puasa”. Sudah jauh sekali dari konteks awal. Di situ saya cantumkan kata “HORMATI JUGA” yang bermakna menghormati yang puasa dan juga yang tidak berpuasa”, jelas Lukman.

Menurutnya, maksud dari pernyataan tersebut adalah sedang berbicara toleransi untuk selain menghormati yang berpuasa juga untuk menghormati yang tidak berkewajiban berpuasa dan yang tidak sedang berpuasa.

Ketiga, “terkait data-data evaluasi APBN 2015, tidak ada laporan ke saya mengenai hal tersebut dari para Dirjen”, kilahnya.

Penjelasan tersebut masih belum memuaskan mayoritas anggota Komisi VIII DPR RI karena banyak kerancuan alasan. Misalnya, pada klaim penurunan BPIH ketika disebut sudah dipelintir media, rekamannya jelas bisa dilihat di Youtube dan Menteri Agama tidak seperti itu pandangannya.

Begitu pula dengan masalah statemen “menghormati yang tidak berpuasa”. Meskipun dijelaskan sudah keluar dari konteks apa yang disampaikan olehnya di twitter tetapi sebagai pemimpin seharusnya mengeluarkan statemen yang tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Karena pernyataan ini impilkasinya luas, orang yang shalat harus menghormati orang yang tidak shalat, orang yang berzakat harus menghormati yang tidak berzakat. Satu pandangan rancu yang dinilai oleh mayoritas anggota DPR RI sangat meresahkan.

Masih banyak pekerjaan besar lain yang membutuhkan sentuhan Menteri Agama RI daripada membuat statemen kontraproduktif. Permasalahan di Kementerian Agama RI sangat banyak, dari mulai berbagai protes para guru yang hingga hari ini belum dibayarkan tunjangannya, dana BOS yang masih belum dibayarkan, masalah penundaan pelantikan rektor di berbagai daerah hingga menimbulkan gelombang protes mahasiswa, dan banyak lagi masalah lain**[harjasaputra]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments